BPK akan Telusuri Kerugian Negara di Kasus Pertamina

Ilustrasi bahan bakar minyak. MI/Ramdani

BPK akan Telusuri Kerugian Negara di Kasus Pertamina

M Ilham Ramadhan Avisena • 27 February 2025 14:58

Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru akan menelusuri perihal kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang dilakukan Pertamina. Hal itu berkaitan dengan pembaruan yang dilakukan Kejaksaan Agung mengenai besaran nilai kerugian negara. 

“Itu nanti harus dengan direktorat jenderal pemeriksaan dan investigasi, dengan unit investigasi di kita. Jadi belum bisa diambil kesimpulan sekarang," ujar Staf Ahli Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan BPK, Ahmad Adib Susilo, Jakarta, Kamis, 27 Februari 2025.

Dia menjelaskan penghitungan kerugian negara secara khusus akan dilakukan bagian tim investigasi. Terkait nilai kerugian negara yang disampaikan Kejaksaan Agung (Kejagung) ditaksir melampaui Rp193,7 triliun, dia menilai angka tersebut belum final.

"Di berita itu kan masih angka sementara,” ucap dia.
 

Baca Juga: 

Bukan Hanya Pertalite, Kejagung Ungkap Premium Dioplos jadi Pertamax


Kejagung mengungkapkan nilai kerugian negara ditaksir melampaui Rp193,7 triliun seperti yang diumumkan pertama kali. Angka itu merupakan nilai kerugian yang didapat dari 2023. Sementara itu, kasus korupsi tata kelola minyak terjadi dalam rentang 2018-2023. 

Korupsi tata kelola minyak tersebut melibatkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan. Kasus itu menimbulkan polemik di masyarakat perihal keaslian produk BBM RON 92 Pertamina, yakni Pertamax. 

Kejagung mendapati ada proses blending atau pencampuran BBM yang menyalahi ketentuan, yang kemudian disebut pengoplosan oleh publik. Namun, Pertamina membantah melakukan pengoplosan BBM. 

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XII, Pelaksana Tugas Harian (PTH) Dirut Pertamina Patra Niaga mengatakan pihaknya sebatas mencampur BBM RON 92 hasil impor dengan aditif. Aditif digunakan untuk menambah kualitas BBM RON 92 yang menjadi produk Pertamax. 

Di kesempatan terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansary menegaskan kualitas Pertamax yang beredar di masyarakat selama ini telah sesuai spesifikasi, yakni RON 92.

“Produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina merupakan produk jadi yang sesuai dengan RON masing-masing, Pertalite memiliki RON 90 dan Pertamax memiliki RON 92. Spesifikasi yang disalurkan ke masyarakat dari awal penerimaan produk di terminal Pertamina telah sesuai dengan ketentuan pemerintah,” kata Heppy saat dihubungi. 

Dia melanjutkan Pertamina Patra Niaga melakukan prosedur dan pengawasan yang ketat dalam melaksanakan kegiatan Quality Control (QC). Distribusi BBM Pertamina juga diawasi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). 

"Kami menaati prosedur untuk memastikan kualitas dan dalam distribusinya juga diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Migas,” tutur Heppy.

Hal senada juga diungkapkan VP Corporate Communication PT Pertamina Fadjar Djoko Santoso. Dia memastikan produk BBM milik Pertamina yang diedarkan dan dijual ke masyarakat telah sesuai spesifikasi. Hal itu mengacu pada ketentuan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM dan secara berkala dilakukan pengujian serta diawasi secara ketat oleh Kementerian ESDM melalui Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas).

Namun, Fadjar enggan memberikan keterangan lebih lanjut mengenai adanya tuntutan untuk memublikasikan hasil uji lab keaslian produk Pertamax. Menurut dia, hal itu bergantung pada keputusan Lemigas.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)