Persepsi Langit Iran yang 'Telanjang' Jadi Alasan Israel Yakin Serang Teheran

Sistem Pertahanan Udara S-300 Iran. (Mehr News)

Persepsi Langit Iran yang 'Telanjang' Jadi Alasan Israel Yakin Serang Teheran

Riza Aslam Khaeron • 15 June 2025 13:59

Jakarta: Sejak dua gelombang serangan besar yang dilakukan Israel ke wilayah Iran—pertama pada akhir Oktober 2024, lalu kembali berulang pada Juni 2025—dunia menyaksikan babak baru dalam konflik Timur Tengah yang selama ini penuh ketegangan.

Tidak lagi terbatas pada perang proksi atau serangan tidak langsung, kali ini Israel secara terbuka melancarkan operasi militer terhadap infrastruktur strategis nuklir Iran. Serangan-serangan ini menargetkan pusat ekonomi, militer, hingga fasilitas energi nasional, mengisyaratkan bahwa Israel kini tidak hanya ingin menahan ancaman Iran, tetapi juga menghancurkannya dari dalam.

Iran bukan merupakan aktor kacangan, melainkan salah satu great power regional yang diduga memiliki kekuatan nuklir.

Namun Israel berani menyerang sampai ke jantung negara tersebut dan menghancurkan situs-situs krusial mereka. Tapi mengapa Israel berpikir operasi dengan risiko besar seperti itu akan berhasil? Alasan keyakinan mereka bisa dilacak dari rangkaian serangan mereka sejak 2024. Berikut penjelasannya.
 

Serangan Israel dan Kehancuran Sistem S-300

Keberhasilan Israel dalam melumpuhkan pertahanan udara Iran menjadi kunci utama kepercayaan diri mereka dalam menghadapi negara tersebut secara langsung. Iran selama ini mengandalkan sistem S-300PMU2 buatan Rusia sebagai pertahanan utama terhadap ancaman udara.

Sistem ini dibeli melalui kontrak resmi dengan Moskow. Melansir laporan Tasnim News Agency pada 29 Agustus 2016, Iran menerima dua baterai awal dari total empat unit yang dipesan. S-300PMU2 dikenal mampu mendeteksi hingga 20 sasaran sekaligus dan menyerang 12 di antaranya, termasuk rudal dan jet tempur jarak jauh.

Radar utamanya dikenal dengan nama 'Big Bird'. Jadi berdasarkan laporan tersebut, Iran memiliki 4 unit S-300 sebagai sistem pertahanan udara mereka.

Hampir 8 tahun kemudian, serangan sistematis Israel dimulai pada April 2024. Saat itu, Israel menargetkan pangkalan udara di Isfahan yang menjadi salah satu lokasi penyebaran S-300. Radar flap-lid, komponen vital dalam sistem pelacakan dan kendali tembakan, dihancurkan secara presisi.

Mengutip The New York Times (NYT), kerusakan terjadi akibat rudal yang ditembakkan dari luar wilayah udara Iran. Gambar satelit yang dianalisis oleh analis intelijen Barat menunjukkan bahwa satu sistem kendali S-300 tersebut tidak lagi berfungsi setelah serangan tersebut.

Enam bulan kemudian, pada 26 Oktober 2024, Israel melanjutkan operasi dengan skala yang jauh lebih besar.

Melansir NYT, serangan ini diluncurkan untuk menghancurkan sistem pertahanan udara yang menjaga kompleks energi penting Iran seperti kompleks petrokimia Bandar Imam Khomeini, pelabuhan Bandar Imam Khomeini, kilang minyak Abadan, dan ladang gas Tange Bijar di Ilam.

Berdasarkan laporan NYT, Israel memang sengaja menghindari menyerang langsung fasilitas energi tersebut, namun menargetkan radar dan trailer komando di sekelilingnya untuk membuatnya rentan terhadap serangan berikutnya.

NYT mengutip 3 pejabat Iran bahwa serangan Israel tersebut menghancurkan sistem radar, trailer komando, dan peluncur rudal—termasuk tiga unit S-300 yang menjaga area vital seperti Bandara Internasional Imam Khomeini dan pangkalan rudal Malad di sekitar Teheran.

Ini menyusul penghancuran satu unit sebelumnya di Isfahan, sehingga total empat sistem pertahanan S-300 Iran kini tidak lagi berfungsi.
 
Baca Juga:
Iran Ancam Serang Markas AS, Inggris, dan Prancis jika Tetap Lindungi Israel
 

Israel dan Persepsi Kekosongan Sistem Udara Iran

Setelah kehancuran S-300, sejumlah pernyataan dari pejabat Israel dan Amerika Serikat menyoroti betapa rentannya sistem pertahanan udara Iran. Mengutip The Times of Israel edisi 30 Oktober 2024, seorang pejabat senior Israel mengatakan pertahanan udara Iran sangat rentan terhadap serangan Israel berikutnya.

"Mayoritas pertahanan udara Iran telah dihancurkan," ujar pejabat tersebut kepada Fox News.

Penilaian serupa juga disampaikan oleh penasihat senior Presiden AS Joe Biden saat itu, Amos Hochstein, yang menyebut bahwa "Iran kini pada dasarnya telanjang," dalam sebuah panggilan internal yang dikutip dalam laporan yang sama.

Kedua pernyataan itu tidak berdiri sendiri. Mereka merefleksikan evaluasi menyeluruh dari hasil serangan Israel yang berhasil menonaktifkan semua sistem S-300 milik Iran, satu di Isfahan pada April 2024, dan tiga lainnya pada serangan akhir Oktober 2024.

Empat sistem ini, bagi Israel, adalah satu-satunya yang dimiliki Iran pada awal tahun tersebut. Dalam laporan yang sama juga disebutkan bahwa sistem-sistem itu sebelumnya menjaga wilayah strategis seperti Bandara Internasional Imam Khomeini, pangkalan rudal di Teheran, dan area sekitar kilang minyak Abadan.

Israel juga melumpuhkan sistem radar, trailer komando, dan sejumlah situs produksi rudal serta drone yang berbasis bahan bakar padat.

Dua peneliti Amerika Serikat yang diwawancarai Reuters menegaskan bahwa serangan udara Israel menghantam fasilitas peracikan bahan bakar padat untuk rudal balistik dan "kemungkinan besar menghambat kemampuan Iran memproduksi misil secara massal."

Pernyataan PM Israel Benjamin Netanyahu pada 29 Oktober 2024 di Knesset menegaskan arah strategis ini.

"Kami merusak secara berat sistem pertahanan Iran dan kemampuan mereka mengekspor rudal," ujarnya, Tel Aviv, 29 Oktober 2024.

Kombinasi antara lemahnya integrasi sistem pertahanan Iran, ketergantungan pada armada S-300 yang terbatas, serta efektivitas intelijen dan teknologi militer Israel menjadikan pertahanan Iran sangat rentan terhadap serangan udara.

Dari sudut pandang Israel, persepsi bahwa mereka mampu menonaktifkan seluruh pertahanan jarak jauh Iran dalam dua gelombang serangan besar memperkuat keyakinan bahwa ruang udara Iran kini "telanjang" dan rentan pada serangan selanjutnya.
 

Sistem Pertahanan Udara Iran "Telanjang"?

Dengan persepsi ruang udara Iran yang telah terbuka, Israel merasa lebih berani melanjutkan menargetkan pusat-pusat komando, fasilitas produksi rudal, fasilitas nuklir, dan individu-individu kunci dalam struktur militer Iran pada bulan Juni 2025,

Alhasil, situs nuklir Iran di Natanz dilaporkan mengalami kerusakan parah dan Sejumlah pejabat tinggi Iran dilaporkan tewas, termasuk Komandan Tertinggi Pasukan Garda Revolusi Iran (IRGC) Hossein Salami dan Kepala Staf Pasukan Bersenjata Iran, Mohammed Bagheri dinyatakan tewas.

Selain itu, Iran juga melaporkan 6 ilmuwan nuklir mereka tewas, yang berpotensi mempersulit keberlanjutan program nuklir mereka.

Dalam konteks ini, keyakinan Israel untuk bisa mengalahkan Iran bukan sekadar retorika, melainkan dibangun di atas keberhasilan operasional sebelumnya. Pertanyaannya kini bukan lagi apakah Israel bisa menyerang, tapi seberapa jauh mereka akan terus mendorong garis merah itu.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Willy Haryono)