 
                    Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X. Humas Pemprov DIY
Media Indonesia • 28 October 2025 16:07
Yogyakarta: Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menegaskan, regenerasi kepemimpinan di Keraton Yogyakarta memungkinkan untuk dipimpin oleh seorang perempuan. Pernyataan ini mempertegas komitmennya untuk tunduk pada aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Saya di MK bicara wanita bisa dimungkinkan untuk regenerasi Keraton Jogja,” kata Sri Sultan yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu dalam Dialog Kebangsaan Indonesia Damai di Sasana Hinggil, Yogyakarta, Minggu, 26 Oktober 2025.
Sri Sultan mempertanyakan pihak-pihak yang menyatakan perempuan tidak boleh memimpin Keraton. Ia menegaskan tidak ada aturan internal Keraton yang melarang hal tersebut.
“Kok (ada yang bilang) nggak boleh itu gimana? Wong aturan itu di Keraton tidak ada kok,” ujarnya.

Grebeg Maulud, tradisi khas Yogyakarta untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Dok: Taman Budaya DI Yogyakarta
Sebagai bagian dari NKRI, Sri Sultan menegaskan Keraton Yogyakarta patuh pada peraturan pemerintah yang tidak membedakan gender. Ia menilai sudah tidak konsisten jika membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam kepemimpinan.
“Republik tidak membedakan laki-laki sama perempuan, kenapa saya membedakan, kan tidak konsisten,” tegasnya.
Sri Sultan juga menyoroti cap feodal yang sering dilekatkan pada DIY. Meski memiliki kerajaan, indeks demokrasi DIY justru mencatatkan posisi tertinggi dibanding daerah lain.
“Banyak orang yang tanya, mestinya Jogja itu feodal kan kerajaan, kenapa tingkat demokrasinya tinggi, ya saya anggap tidak mengerti aja, bahwa DIY bagian dari republik,” jelasnya.
Pernyataan Sri Sultan ini memiliki signifikansi tinggi mengingat posisi Raja Keraton Yogyakarta juga merangkap sebagai Gubernur DIY. Pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.