Sekjen OKI Hissein Brahim Taha. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 23 July 2025 06:37
Jeddah: Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Hissein Brahim Taha, pada Selasa kemarin menyatakan bahwa krisis kemanusiaan yang terus berlangsung di Jalur Gaza merupakan "kejahatan perang dan noda bagi seluruh umat manusia."
Mengutip dari Anadolu Agency, Rabu, 23 Juli 2025, pernyataan itu disampaikan dalam pertemuan darurat Komite Eksekutif OKI tingkat perwakilan tetap, yang membahas agresi Israel, aksi genosida, kelaparan massal, dan serangan terhadap situs-situs suci di wilayah Palestina yang diduduki.
Pertemuan digelar di markas besar OKI di Jeddah, Arab Saudi, di tengah memburuknya krisis kemanusiaan di Gaza akibat kekejaman Israel yang mencakup pembunuhan massal, kelaparan sistematis, dan pemindahan paksa.
Dalam pidatonya, Taha menegaskan bahwa "kelanjutan dari krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi ini adalah kejahatan perang, noda bagi seluruh kemanusiaan, serta pelanggaran terhadap prinsip keadilan dan martabat manusia."
Ia menyerukan peningkatan tekanan internasional terhadap pendudukan Israel untuk mencapai gencatan senjata menyeluruh dan permanen, membuka semua jalur perlintasan, mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan, dan memastikan penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza.
Taha juga menekankan pentingnya mendukung pemerintah Palestina agar dapat mengambil alih tanggung jawab di Gaza dan memulai proses rekonstruksi wilayah tersebut.
Dalam pernyataan tegas lainnya, Taha menolak dan memperingatkan bahaya rencana pendudukan Israel yang ingin menguasai penuh Masjid Ibrahimi di Hebron (Al-Khalil), serta upaya untuk menjadikannya situs Yahudi dengan menghapus identitas dan nilai-nilai sejarahnya.
Ia juga mengutuk keras serangan terhadap Masjid Al-Aqsa serta pemboman terhadap gereja dan masjid di Kota Gaza yang merupakan pelanggaran mencolok terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan konvensi internasional.
Menurut dia, "semua tindakan yang bertujuan menjadikan Al-Quds (Yerusalem) sebagai kota Yahudi dan memisahkannya dari komunitas Palestina di sekitarnya tidak sah dan bertentangan dengan hukum internasional serta resolusi-resolusi PBB."