Kebijakan Efisiensi Anggaran Bikin Bingung, Kenapa?

Ilustrasi efisiensi anggaran. Foto: Freepik.

Kebijakan Efisiensi Anggaran Bikin Bingung, Kenapa?

M Ilham Ramadhan Avisena • 11 March 2025 15:58

Jakarta: Ekonom dari Bright Institute Awalil Rizky menyatakan kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto cukup membingungkan. Sebab, efisiensi pada hakikatnya menghemat belanja, namun pemerintah justru menarik uang dari pendapatan.
 
Diketahui salah satu yang disebut efisiensi berupa pengalihan laba badan usaha milik negara (BUMN) sebesar Rp300 triliun kepada Danantara. Bagian laba BUMN merupakan item dalam Pendapatan, yakni Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang ditargetkan sebesar Rp90 triliun oleh APBN 2025.
 
"Cukup membingungkan tema besar efisiensi anggaran, yang dipotong atau dipindahkan justru pendapatan. Bahkan besaran Rp300 triliun pun seolah dipaksakan, mengingat nilainya hanya kisaran Rp80 triliun pada tahun 2023 dan 2024. Jika yang dimaksud berupa laba BUMN keseluruhan, maka perlu diingat ada bagian publik, karena tidak sepenuhnya milik pemerintah," kata Awalil kepada Media Indonesia, Selasa, 11 Maret 2025.
 
Pada saat bersamaan, pemerintah juga mengungkapkan dana sebesar Rp100 triliun akan disalurkan untuk penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN, yang direncanakan sebesar Rp44,25 triliun pada APBN 2025.
 
Masalahnya, kata Awalil, PMN tidak bisa dialokasikan begitu saja, tanpa ada penetapan dalam APBN yang merupakan Undang-Undang. Bahkan, alokasi PMN selalu dilengkapi dengan proposal atau rencana bisnis dari BUMN yang akan diberi, bukan sesuka pemerintah.
 
Hasil pemotongan belanja yang ditargetkan mencapai Rp306 triliun versi Inpres atau sebesar Rp750 triliun versi pidato Presiden Prabowo juga sejauh ini belum dipastikan kejelasannya. Salah satu yang banyak disebut ialah untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).
 

Baca juga: Peringkat Saham RI Anjlok, Kebijakan Efisiensi Anggaran Disorot


(Ilustrasi penghitungan APBN. Foto: dok MI)
 

Target pendapatan APBN berisiko tidak tercapai

 
Akan tetapi, kata Awalil, belum diketahui pula apakah itu berarti menambah alokasi Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai salah satu lembaga setingkat kementerian, atau tersebar dalam beberapa kementerian dan lembaga. Sejauh informasi yang beredar hanya akan ditambah Rp100 triliun, menjadi Rp171 triliun.
 
"Artinya masih belum jelas alokasi sekitar Rp156 triliun versi Inpres atau Rp650 triliun versi pidato Prabowo," tutur dia.
 
Bisa saja, sebagian hasil pemotongan untuk mengatasi kesulitan fiskal sedang dialami. Target pendapatan APBN 2025 sebesar Rp3.005 triliun berisiko tidak tercapai.
 
Jika rencana belanja tidak berubah, hanya direalokasi, maka defisit sangat mungkin melampaui Rp616 triliun dan rasionya mendekati tiga persen. Apalagi jika bagian laba BUMN sebesar Rp90 triliun tidak masuk APBN, maka defisit makin lebar.
 
"Upaya efisiensi belanja merupakan langkah yang tepat. Namun ketidakjelasan dan ketidakpastian sejauh ini justru bisa memperburuk pengelolaan APBN," terang Awalil.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)