Mobil Hybrid Layak Dapat Tambahan Insentif

Ilustrasi mobil hybrid. Foto: dok Toyota.

Mobil Hybrid Layak Dapat Tambahan Insentif

Husen Miftahudin • 8 August 2023 20:31

Jakarta: Mobil hybrid atau hybrid electric vehicle (HEV) dinilai layak diberikan tambahan insentif lantaran mampu mengurangi emisi karbon hingga 50 persen, berdasarkan perhitungan emisi dari tangki bensin ke knalpot. Artinya, pengurangan emisi dua mobil hybrid setara dengan satu mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) yang mencapai 100 persen.

Pengamat otomotif LPEM Universitas Indonesia Riyanto menilai pemberian insentif pada mobil hybrid diperlukan mengingat saat ini penjualan mobil listrik lebih sulit ketimbang mobil hybrid.

"Saat ini, BEV mendapatkan insentif BBN (BBN-KB/Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) dan PKB (Pajak Kendaraan Bermotor). Saya kira ini bisa dipertimbangkan juga ke hybrid, karena bisa mengurangi emisi sampai 50 persen. Jadi, mobil hybrid layak mendapatkan tambahan insentif," ujar Riyanto dalam diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) bertajuk Otomotif, Ujung Tombak Dekarbonisasi Indonesia, Jakarta, Selasa, 8 Agustus 2023.

Menurut dia, mobil hybrid tepat digunakan di era transisi menuju netralitas karbon 2060. Alasannya, harga BEV saat ini mahal, berkisar Rp600 juta sampai Rp700 jutaan, sehingga pasarnya tipis.

Meskipun dia mengakui adanya mobil listrik yang harganya di bawah Rp300 jutaan. Namun sayangnya, mobil listrik ini bukan untuk pembeli pertama, melainkan pembelian kedua dan ketiga.

Artinya, dia menegaskan, dengan budget Rp200 juta sampai Rp300 juta, besar kemungkinan konsumen lebih memilih mobil konvensional berbahan bakar minyak dengan kapasitas tujuh penumpang.

Saat ini, harga mobil hybrid berkapasitas lima dan tujuh penumpang lebih mendekati mobil konvensional. Dengan demikian, mobil hybrid bisa diandalkan untuk mengurangi emisi karbon di era transisi.

"BEV memang bisa menurunkan emisi sesuai target pemerintah. Akan tetapi, bisakah volume penjualan BEV sesuai target pemerintah untuk mengurangi emisi?" tukasnya.

Penjualan didominasi mobil hybrid

Riyanto memprediksi total penjualan mobil elektrifikasi (xEV) yang terdiri atas mobil listrik, mobil hybrid, dan mobil plug-in hybrid (Plug-in Hybrid Electric Vehicle/PHEV) pada 2025 akan mencapai 182 ribu unit. Jumlah ini setara dengan 14,8 persen pasar dengan berbagai macam insentif fiskal pemerintah.

Dari jumlah itu, porsi terbesar adalah mobil hybrid dengan penjualan sebanyak 104 ribu unit. Sementara mobil listrik hanya 77 ribu unit dan mobil plug-in hybrid sebanyak 327 unit.

Kemudian pada 2030, Riyanto memprediksi penjualan mobil elektrifikasi mencapai 591 ribu unit, terdiri atas mobil hybrid sebanyak 387 ribu unit dan mobil listrik 202 ribu unit, dengan porsi pasar 31,8 persen. Artinya, jumlah itu masih jauh di bawah target pemerintah.

Jenis insentif

Adapun jenis insentif yang bisa diberikan ke mobil hybrid antara lain pengurangan PKB, BBN-KB, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Saat ini, PKB dan BBNKB mobil hybrid sama seperti mobil konvensional yakni sebesar 12,5 persen dan 1,75 persen, sehingga totalnya mencapai 14,25 persen. Sedangkan tarif PPnBM mencapai enam persen, sesuai PP 74/2021.

Sementara mobil listrik diganjar PPnBM, PKB, dan BBNKB nol persen. Selain itu, mobil listrik mendapatkan diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen menjadi satu persen dari tarif normal 11 persen.

Tarif PKB dan BBNKB mobil hybrid sendiri diusulkan dipangkas menjadi masing-masing 7,5 persen dan 1,31 persen, sehingga totalnya mencapai 8,81 persen. Adapun PPnBM mobil hybrid diusulkan diturunkan ke nol persen atau minimal sama seperti LCGC sebesar tiga persen.

Rentetan insentif itu diyakini bisa memangkas harga HEV 8-11 persen. Artinya, harga mobil hybrid yang kini masih Rp450 jutaan bisa diturunkan menjadi Rp400 jutaan. Bahkan, harga bisa di bawah Rp400 jutaan jika mobil hybrid juga diberikan insentif penurunan PPN sebesar 10 persen seperti mobil listrik.

"Banjir insentif HEV bisa mendongkrak penjualan HEV menjadi 104 ribu unit pada 2025. Dengan volume sebesar ini, Indonesia dapat mulai melokalisasi komponen HEV, seperti baterai, sehingga ke depannya bisa menjadi basis produksi HEV untuk pasar dunia," pungkas Riyanto.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)