Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Foto: Medcom/Candra.
Candra Yuri Nuralam • 14 December 2024 08:59
Jakarta: Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata merespons pernyataan Dewan Pengawas (Dewas) yang menyebut komisioner kurang bernyali selama bekerja. Dia mempertanyakan sosok yang dituju oleh para pemantau itu.
“Pimpinan yang mana? Pimpinan kan ada lima,” kata Alex melalui keterangan tertulis, Sabtu, 14 Desember 2024.
Alex menilai Dewas KPK salah dalam memberikan komentar. Para pemantau itu menurut dia, harusnya memotret pemberantasan korupsi secara utuh, bukan hanya melihat nyali komisioner.
“Mestinya Dewas tidak hanya mengomentari nyali pimpinan, tapi memotret persoalan penanganan korupsi di KPK secara utuh. Apa benar pimpinan tidak punya nyali atau atau ada hal lain yang menghambat penanganan korupsi di KPK,” ujar Alex.
Alex membantah pemberantasan korupsi pada era komisoner jilid V tidak bernyali. Buktinya, kata dia, tidak ada surat perintah penyidikan (sprindik) yang ditolak oleh para pimpinan.
“Sepertinya, pimpinan tikda pernah menolak setiap sprindik yang diajukan penyidik,” ucap Alex.
Alex juga membantah adanya penghambatan dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurutnya, tiap pegawai sampai pimpinan sudah diwajibkan menjaga konflik kepentingan dari instansi asal mereka saat bergabung dengan KPK.
“Semua pihak yang bekerja di KPK harus bisa menghindari konflik atau benturan kepentingan dengan instansi asal dan pimpinan instansi asal pegawai KPK. Pimpinan harus tegak lurus menjalankan visi misi KPK tanpa ada kepentingan lainnya,” tegas Alex.
Sebelumnya, Dewas KPK memaparkan hasil pemantauannya atas kerja Lembaga Antirasuah selama lima tahun. Hasilnya, komisioner jilid v dinilai belum bisa menjadi teladan yang baik untuk percontohan integritas.
“Dalam penilaian Dewas, pimpinan KPK belum dapat memberikan teladan, khususnya mengenai integritas,” kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 12 Desember 2024.
Syamsuddin mengatakan, penilaian itu didasari banyaknya komisioner yang terseret dugaan pelanggaran etik. Yang paling disorot yakni, dua pimpinan yang sudah tidak menjabat yakni Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar.
“Terbukti, dari tiga pimpinan KPK yang kena etik (Lili, Firli, dan Nurul Ghufron), dan anda semua tahu siapa saja,” ucap Syamsuddin.
Pelanggaran etik yang menjerat komisioner itu dinilai tidak pantas terjadi di KPK. Pimpinan KPK juga disebut tidak memberikan contoh baik atas konsistensi kerja kepada bawahannya.