Tren Bullish Berlanjut, Harga Emas Bisa Tembus USD2.750

Ilustrasi emas. Foto: MI/Usman Iskandar.

Tren Bullish Berlanjut, Harga Emas Bisa Tembus USD2.750

Husen Miftahudin • 21 October 2024 16:47

Jakarta: Harga emas (XAU/USD) terus memperlihatkan tren bullish yang kuat, dengan harga saat ini bergerak di sekitar USD2.720 selama awal sesi Asia pada Senin. Hal ini terjadi setelah emas berhasil menembus level USD2.700 pada pekan lalu di Jumat (18/10), mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa.
 
"Penguatan ini dipicu oleh berbagai faktor global, termasuk ketegangan geopolitik di Timur Tengah, ketidakpastian pemilihan presiden AS, serta prospek pelonggaran kebijakan moneter dari bank sentral utama dunia," ungkap analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha, dikutip dari siaran pers, Senin, 21 Oktober 2024.
 
Berdasarkan analisis Nugraha, tren bullish emas semakin menguat. Kombinasi indikator Moving Average yang terbentuk saat ini menunjukkan emas terus mendominasi tren bullish.
 
Berdasarkan proyeksi teknikal, harga emas memiliki potensi untuk mencapai USD2.750 jika tren kenaikan ini berlanjut. Namun, jika terjadi pembalikan harga (reversal), ada kemungkinan harga turun kembali ke level psikologis USD2.700 sebagai target penurunan terdekatnya.
 
Menurut Nugraha, ada beberapa faktor utama yang mendorong harga emas terus naik. Pertama, ketegangan geopolitik di Timur Tengah semakin memanas setelah pengumuman Hizbullah yang berencana meningkatkan konflik dengan Israel.
 
"Ketidakstabilan di kawasan tersebut mendorong arus investasi ke aset safe haven seperti emas, yang dipandang sebagai instrumen lindung nilai di tengah ketidakpastian global," papar dia.


(Ilustrasi, pergerakan harga emas. Foto: dok Bappebti)
 
Kedua, ketidakpastian seputar pemilihan presiden AS semakin memperkuat permintaan terhadap emas. Banyak investor yang mencari perlindungan dari kemungkinan fluktuasi pasar keuangan yang bisa terjadi menjelang pemilihan.
 
Selain itu, ekspektasi akan penurunan suku bunga lebih lanjut dari Federal Reserve juga menjadi faktor yang signifikan. Bank sentral AS telah menurunkan suku bunganya pada pertemuan September, yang merupakan penurunan pertama dalam lebih dari empat tahun.
 
Menurut CME FedWatch Tool, peluang adanya pemotongan suku bunga tambahan sebesar 25 basis poin pada pertemuan November mencapai lebih dari 90 persen. Penurunan suku bunga ini cenderung mendukung kenaikan harga emas, karena biaya peluang untuk menyimpan emas yang tidak menghasilkan bunga menjadi lebih rendah.
 

Baca juga: Harga Emas Capai Rekor Tertinggi di Tengah Ketidakpastian Pemilu AS
 

Penjegal kenaikan harga emas

 
Meskipun prospek bullish untuk emas masih kuat, ada beberapa tantangan yang dapat membatasi kenaikan harga lebih lanjut. Salah satunya adalah kondisi ekonomi Tiongkok yang lesu.
 
Pada kuartal ketiga tahun ini, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tercatat sebesar 4,6 persen secara tahunan (yoy), sedikit di bawah target pemerintah yang berada di kisaran lima persen.
 
Melambatnya pertumbuhan ekonomi ini dapat berdampak negatif pada permintaan emas, mengingat Tiongkok adalah konsumen emas terbesar di dunia.
 
"Jika perekonomian Tiongkok terus melambat, permintaan terhadap logam mulia ini mungkin akan terpengaruh, dan hal ini bisa menekan harga emas di pasar global," jelas Nugraha.
 
Siklus pelonggaran moneter yang dilakukan oleh bank sentral utama dunia juga memberikan dukungan signifikan terhadap harga emas. Baru-baru ini, Bank Sentral Eropa (ECB) memutuskan untuk menurunkan suku bunga deposito sebesar 25 basis poin, yang merupakan penurunan kedua berturut-turut.
 
Langkah ini menandai percepatan dalam siklus pelonggaran ECB, yang awalnya hanya diperkirakan akan memotong suku bunga sekali dalam satu kuartal. Percepatan siklus pelonggaran ini mendorong pedagang untuk mengantisipasi kebijakan serupa dari bank sentral lainnya, termasuk The Fed, sehingga memperkuat tren bullish pada emas.
 
"Secara keseluruhan, harga emas saat ini didukung oleh kombinasi faktor-faktor yang memperkuat tren bullish, seperti ketegangan geopolitik, ketidakpastian politik di AS, serta prospek pelonggaran moneter lebih lanjut dari bank sentral," tutup Nugraha.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)