Ilustrasi batu bara. Foto: Kemenkeu.
Arif Wicaksono • 9 September 2024 19:08
Nusa Dua: Indonesia masih menunggu pembiayaan yang lebih murah untuk mempercepat penghentian dini pembangkit listrik tenaga batu bara berdasarkan perjanjian dengan negara-negara kaya dalam kelompok G7 dalam transisi menuju listrik yang lebih bersih.
Negara Asia Tenggara yang berpenduduk lebih dari 275 juta jiwa itu telah dijanjikan dana sebesar USD20 miliar sebagai bagian dari Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) G7, yang diluncurkan pada 2022, tetapi sangat sedikit uang yang telah dicairkan.
Mekanisme pembiayaan
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Pandjaitan mengatakan mekanisme pembiayaan saat ini tidak mencakup hibah apa pun, dan tidak memperbaiki masalah yang ada seperti tingginya biaya pensiun energi kotor.
"Jika Anda mendesak kami untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara lebih awal, bagaimana kami akan membiayainya? Bunga pembiayaannya harus menarik," kata Luhut dalam konferensi Coaltrans Asia, dilansir Channel News Asia, Senin, 9 September 2024.
"Jika mereka memberikan bunga komersial, apa gunanya?" tegas dia.
Indonesia, yang telah mengupayakan suku bunga lebih murah daripada yang ditawarkan pasar, membutuhkan USD94,6 miliar pada 2030 untuk mengembangkan infrastruktur transmisi dan pembangkitan tenaga listrik bersih guna mengurangi penggunaan tenaga batu bara.
Pendanaan hibah yang diidentifikasi dalam dokumen JETP hanya berjumlah USD153,8 juta dari total yang dijanjikan.
Kurangnya kemajuan pada rencana tersebut, yang digambarkan sebagai transaksi keuangan iklim tunggal terbesar oleh pejabat keuangan AS telah menghentikan upaya produsen listrik tenaga batu bara terbesar ketujuh di dunia ini untuk mengurangi emisi.
Tutup 13 pembangkit listrik
Pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk menutup 13 pembangkit listrik tenaga batu bara milik Perusahaan Listrik Negara (PLN), tetapi belum menetapkan jadwal, dengan alasan masalah keamanan dan keterjangkauan energi.
Luhut menghimbau negara lain agar tidak menguliahi Indonesia soal dekarbonisasi, dengan mengutip presentasi di mana ia memberitahu Menteri Keuangan AS Janet Yellen emisi per kapita Indonesia jauh lebih rendah daripada Amerika Serikat.
"Dengan 2,3 ton per kapita , emisi karbon dioksida Indonesia jauh dikalahkan oleh angka setara AS sebesar 14,7 ton per kapita dan di bawah rata-rata global sebesar 4,5 ton," tegas dia