Forum Indonesia Digital Bank Summit (IDBS) 2025 yang diselenggarakan AFTECH. Foto: dok AFTECH.
Jakarta: Industri perbankan dan fintech menyatakan komitmen bersama untuk memperkuat keamanan, integritas, dan kepercayaan dalam ekosistem keuangan digital. Ini ditegaskan dalam forum Indonesia Digital Bank Summit (IDBS) 2025 yang diselenggarakan Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH).
Deputi Komisioner Pengawas Bank Swasta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indarto Budiwitono menegaskan di tengah masifnya perkembangan teknologi informasi membuat perbankan tidak lepas dari keharusan untuk melakukan transformasi dan digitalisasi.
Era digitalisasi di satu sisi mampu merubah layanan industri jasa keuangan menjadi lebih cepat dan efisien, namun di sisi lain memberikan tantangan antara lain berupa tingginya potensi serangan Siber. Oleh karena itu, penguatan tata kelola keamanan informasi dan perlindungan konsumen bagi sektor perbankan menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik di era digital.
"Bank perlu mengembangkan strategi digital yang agile dan terukur, tidak hanya dalam aspek efisiensi saja, namun hal tersebut sebagai jawaban atas ekspektasi nasabah yang semakin kompleks," ungkap Indarto dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 21 Agustus 2025.
Indarto menekankan transformasi digital harus diimbangi dengan investasi berkelanjutan dalam keamanan siber, kapabilitas analitik data, dan integrasi teknologi cloud serta kecerdasan buatan (AI). Ketahanan siber, yang tidak hanya soal pertahanan sistem, melainkan juga menyangkut reputasi dan keberlangsungan bisnis bank.
"Melalui IDBS 2025 ini, diharapkan para pelaku industri dapat mencermati tantangan dan peluang di sektor perbankan untuk menyiapkan strategi dan arah pengembangan bisnis termasuk dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," terang Indarto.
Dorong kemajuan ekosistem digital
Ketua Umum AFTECH Pandu Sjahrir menegaskan, melalui IDBS, AFTECH tidak hanya menghadirkan dialog, tapi turut membentuk arah dan solusi nyata untuk kemajuan ekosistem digital Indonesia yang terpercaya.
"AFTECH menginisiasi IDBS untuk mendorong kemitraan strategis yang bisa direplikasi lintas sektor antara bank digital, fintech, regulator, dan sektor riil," tutur Pandu.
Ia menyampaikan, tahun ini AFTECH fokus pada tiga keluaran utama yakni penguatan ketahanan siber dan pencegahan scam berbasis intelijen bersama, desain produk keuangan yang benar-benar inklusif bagi UMKM dan masyarakat underserved, serta arsitektur kolaborasi yang berkelanjutan.
Dengan langkah-langkah tersebut, Pandu menegaskan
keuangan digital yang terpercaya akan berfungsi sebagai fondasi fundamental bagi pertumbuhan ekonomi yang aman, adil, dan berkelanjutan, sekaligus mendukung realisasi target pertumbuhan ekonomi nasional menuju delapan persen.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum II AFTECH Budi Gandasoebrata menggarisbawahi tiga pilar utama yang perlu dijalankan secara simultan agar keuangan digital benar-benar menjadi pengungkit pertumbuhan. Pertama, perlu regulasi dan pengawasan yang adaptif dan berbasis risiko agar inovasi tidak mengorbankan keamanan.
"Kedua, inovasi digital seperti AI dan
open finance harus dijalankan secara akuntabel dengan tata kelola yang kuat. Ketiga, edukasi publik dan kampanye anti-scam harus dilakukan secara terintegrasi lintas platform dan regulator. Semua ini menjadi syarat mutlak agar kepercayaan publik terhadap sektor keuangan digital tetap terjaga," tegas dia.
(Ilustrasi penipuan digital. Foto: dok Metrotvnews.com)
AI jadi garda terdepan pertahanan ekosistem keuangan digital
Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Edit Prima menegaskan serangan berbasis AI, seperti
phishing yang dipersonalisasi dan
polymorphic malware, hanya dapat efektif dilawan dengan pertahanan yang juga ditenagai oleh AI.
"Bicara keamanan siber, bicara AI tentu kita harus siap dengan serangan-serangan yang sudah berbasis AI, nah terus bagaimana caranya menghadapinya? Ya tentunya dengan AI juga," tegas Edit. Lebih lanjut, Edit juga menekankan pentingnya berbagi intelijen ancaman (
threat intelligence sharing) sebagai kunci pertahanan kolektif.
Menjawab tantangan tersebut, diskusi panel ini menggarisbawahi pentingnya penguatan sinergi lintas lembaga. Para narasumber menekankan kolaborasi antara OJK, Bank Indonesia (BI), BSSN, Kominfo, hingga PPATK kini difokuskan pada aksi nyata seperti berbagi intelijen siber dan pemblokiran URL berbahaya secara terkoordinasi untuk melindungi konsumen.
Upaya ini didukung oleh kerangka regulasi yang kuat, termasuk Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030 dari BI dan kebijakan BSSN, yang mewajibkan penguatan manajemen risiko dan deteksi penipuan di seluruh sistem.
Pada akhirnya, semua inisiatif ini bertujuan membangun fondasi kepercayaan digital yang kokoh. Dalam diskusi panel di IDBS, juga ditegaskan peran Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE), seperti Privy, sangat krusial dalam ekosistem ini.
Mereka bertugas menyediakan otentikasi identitas dan keaslian dokumen digital yang terjamin, memastikan setiap transaksi berjalan aman, terpercaya, dan mendukung percepatan transformasi perbankan.
"Membangun digital trust bukan hanya soal teknologi, tetapi juga kolaborasi dan kepatuhan. Dengan identitas digital yang sah dan diakui negara, masyarakat maupun industri dapat bertransaksi dengan lebih aman dan percaya diri," kata CEO Privy sekaligus Wakil Ketua Umum I AFTECH Marshall Pribadi.
"Identitas digital berbasis sertifikat elektronik dari PSrE seperti Privy menghadirkan jaminan keamanan sekaligus kenyamanan, khususnya bagi industri jasa keuangan," tambah Marshall.