Ilustrasi. Foto: dok MI/Arya Manggala.
M Rodhi Aulia • 6 May 2025 14:12
Jakarta: Banyak pekerja di Indonesia masih bingung soal bagaimana menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21). Padahal, pajak ini dipotong setiap bulan langsung dari gaji dan wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Jika tidak dipahami dengan benar, bisa timbul kesalahan perhitungan, kekurangan bayar, atau bahkan denda. Berikut penjelasan lengkap mengenai cara menghitung PPh 21 secara sederhana namun akurat.
PPh Pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Contohnya termasuk gaji, honorarium, tunjangan, bonus, atau pembayaran lain.
Pihak pemberi kerja wajib memotong dan menyetorkan pajak ini ke kas negara. Meski begitu, karyawan tetap perlu memahami cara perhitungannya agar dapat mengecek potongan gaji secara mandiri.
1. Penghasilan Bruto
Total penghasilan kotor selama setahun, termasuk:
Gaji pokok
Tunjangan tetap dan tidak tetap
Bonus, THR, insentif
Uang lembur, tunjangan jabatan, dll
2. Pengurangan Penghasilan Bruto
Dipotong dengan:
Biaya jabatan (5?ri bruto, maksimal Rp 6 juta/tahun)
Iuran pensiun/THT (jika ada)
Hasilnya adalah penghasilan bersih (neto).
Baca juga: Trump: Tarif Perdagangan Bisa Bantu Kurangi Pajak Penghasilan
PTKP adalah jumlah penghasilan yang tidak dikenakan pajak, tergantung pada status pernikahan dan jumlah tanggungan. Untuk wajib pajak yang belum menikah atau lajang, PTKP ditetapkan sebesar Rp 54 juta per tahun.
Jika sudah menikah, terdapat tambahan sebesar Rp 4,5 juta. Selain itu, wajib pajak juga mendapatkan tambahan sebesar Rp 4,5 juta untuk setiap anggota keluarga yang menjadi tanggungan, dengan maksimal tiga orang tanggungan yang diperhitungkan.
4. Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PKP = Penghasilan Bersih – PTKP
Hasilnya dibulatkan ke bawah ke jutaan terdekat.
5. Penerapan Tarif Pajak Progresif
Pajak penghasilan (PPh 21) di Indonesia menggunakan sistem tarif progresif, artinya tarif pajak akan meningkat seiring dengan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP). Untuk PKP hingga Rp 60 juta, tarif yang dikenakan adalah 5%.
Jika PKP berada di atas Rp 60 juta hingga Rp 250 juta, tarifnya naik menjadi 15%. Selanjutnya, untuk PKP antara Rp 250 juta sampai Rp 500 juta dikenai tarif 25%.
Bagi PKP antara Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar, tarif yang berlaku adalah 30%. Sementara itu, jika PKP melebihi Rp 5 miliar, tarif tertinggi yang dikenakan adalah 35%.
Gaji setahun: Rp 60 juta
Biaya jabatan: 5% x Rp 60 juta = Rp 3 juta
Penghasilan bersih: Rp 57 juta
PTKP: Rp 54 juta
PKP: Rp 3 juta (dibulatkan tetap Rp 3 juta)
Pajak: 5% x Rp 3 juta = Rp 150.000 per tahun
Penghasilan bruto setahun: Rp 120 juta
Biaya jabatan: Rp 6 juta (maksimal)
Iuran pensiun: Rp 1,2 juta
Penghasilan bersih: Rp 112,8 juta
PTKP (kawin + 2 tanggungan): Rp 54 juta + 4,5 juta + 9 juta = Rp 67,5 juta
PKP: Rp 112,8 juta – Rp 67,5 juta = Rp 45,3 juta ? dibulatkan ke Rp 45 juta
Pajak: 5% x Rp 45 juta = Rp 2.250.000 per tahun
Untuk freelancer atau pekerja harian lepas, perhitungan PPh 21 dilakukan per transaksi atau per bulan, tergantung jenis pekerjaannya. Umumnya dihitung dengan menggunakan tarif 50?ri penghasilan bruto sebagai dasar pengenaan pajak, kemudian dikenakan tarif 5%.
Contoh:
Honor Rp 6 juta/bulan
Dasar pengenaan pajak: 50% x Rp 6 juta = Rp 3 juta
Pajak: 5% x Rp 3 juta = Rp 150.000 per bulan
Dengan memahami struktur PPh 21:
Karyawan bisa mengecek akurasi potongan gaji
Pekerja lepas tahu kewajiban mereka
Wajib Pajak terhindar dari denda akibat kurang bayar
Pelaporan SPT bisa dilakukan secara mandiri
Pajak yang dipotong setiap bulan harus dilaporkan dalam SPT Tahunan. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, batas lapor adalah 31 Maret setiap tahun. Keterlambatan lapor dikenakan denda minimal Rp 100.000.