Bahlil: RI Tidak Mau Terjebak soal Perjanjian Iklim Paris

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Foto: Insi Nantika Jelita.

Bahlil: RI Tidak Mau Terjebak soal Perjanjian Iklim Paris

Insi Nantika Jelita • 30 January 2025 15:41

Jakarta: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan Indonesia tidak ingin terjebak dengan skenario kesepakatan iklim Perjanjian Iklim Paris atau Paris Agreement mengenai transisi energi.
 
Hal ini merespons keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang hengkang secara resmi dari Perjanjian Paris per 27 Januari 2026. Padahal, kata Bahlil, AS menjadi salah satu pelopor traktat internasional tentang mitigasi perubahan iklim itu.
 
"Kalau kita ikuti Paris Agreement, ini saya juga bingung, Presiden Amerika baru terpilih langsung mundur dari Paris Agreement. Padahal dia salah satu yang mempelopori. Oleh karena itu, kita jangan terjebak," ucap Bahlil dalam Berita Satu Outlook 2025 di Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025.
 
Meski Indonesia masih menekankan komitmen global terhadap aksi iklim, Bahlil memberikan sinyal pemerintah Indonesia tidak terburu-buru melakukan transisi energi. Hal ini karena, ungkap Bahlil, belum ada realisasi investasi konkret dalam menyuntik mati pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
 
"Masa kita disuruh paksa untuk mempensiunkan PLTU-PLTU, siapa yang membiayai? Mana ada sampai sekarang lembaga donor yang membiayai, belum ada, zero," bebernya.
 

Baca juga: Indonesia Harus Bisa Beralih ke EBT


(Ilustrasi transisi energi. Foto: dok Koaksi Indonesia)
 

Indonesia masih butuh batu bara

 
Bahlil mengungkapkan, energi fosil seperti batu bara masih amat dibutuhkan Indonesia untuk menyongkong kebutuhan ke depannya.
 
"Nah, kalau otaknya atau negara yang memikirkan ini (Paris Agreement) saja mundur, masa kita mau masuk pada jurang itu? Presiden Prabowo itu memerintahkan saya untuk melakukan kedaulatan energi. Bukan mengganti semua energi ke energi terbarukan," ucap dia.
 
Di satu sisi, politikus Partai Golkar itu menegaskan Indonesia akan memanfaatkan semua sumber energi yang ada, seperti gas sebagai energi alternatif dalam proses transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan.
 
"Jadi menurut saya, kita harus memperkuat keunggulan kompetitif negara kita, seperti gas dengan tetap memperhatikan konsensus dari Paris Agreement," tegas Bahlil.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)