Diseminasi Hasil Studi LPEM FEB UI. Foto: dok LPEM FEB UI.
Husen Miftahudin • 11 October 2025 11:28
Jakarta: Beberapa tahun terakhir, industri aset kripto di Indonesia berkembang pesat. Pada 2024, nilai transaksi kripto mencapai Rp650,61 triliun atau meningkat lebih dari 335 persen dari tahun sebelumnya dan Indonesia juga menempati peringkat ketiga adopsi kripto dunia. Selain itu, per Juli 2025, total transaksi kripto sudah mencapai Rp276,54 triliun, dengan 16,5 juta akun.
Namun, di balik pertumbuhan pesat, industri kripto tidak terlepas dari permasalahan maraknya platform ilegal serta adaptasi peralihan regulasi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Melihat hal tersebut, peneliti LPEM FEB UI Prani Sastiono meminta pemerintah dan otoritas kripto untuk memberikan insentif guna mendorong lebih jauh penggunaan platform legal. Salah satunya dengan meningkatkan variasi aset kripto melalui stablecoin dan tokenisasi serta penetapan tingkat pajak yang kompetitif.
Menurut dia, tarif pajak yang tidak kompetitif dapat mendorong pengguna bermigrasi ke platform ilegal. Namun langkah tersebut harus dibarengi dengan penindakan yang tegas kepada platform ilegal.
"Pergeseran pajak dari PPN (Pajak Pertambahan Nilai) ke PPh (Pajak Pengahasilan) tanpa penindakan tegas terhadap platform ilegal justru bisa membuat kebijakan pajak tidak optimal, karena pengguna akan cenderung bermigrasi ke platform ilegal," ungap Prani dalam diskusi publik di Jakarta, dikutip dari siaran pers, Sabtu, 11 Oktober 2025.
Berdasarkan Diseminasi Hasil Studi LPEM FEB UI 'Kajian Kontribusi Ekonomi Kripto terhadap Perekonomian Indonesia', aset kripto dinilai berpotensi meningkatkan kedalaman inklusi keuangan di Indonesia terutama dengan memberikan akses kepada masyarakat terhadap investasi digital dengan denominasi kecil.
Dari survei terungkap sebagian besar (82 persen) dari 1.227 responden membeli aset kripto untuk untuk investasi jangka panjang. Namun, selain platform legal, terdapat cukup banyak responden yang menggunakan platform legal dan ilegal (20 persen) dan hanya platform ilegal (5 persen).
Pada 2024, perdagangan aset kripto di platform legal selain memberikan penerimaan pajak sebesar Rp620 miliar juga berkontribusi kepada perekonomian secara keseluruhan. Menggunakan analisis input-output, studi menemukan perdagangan aset kripto pada platform legal berkontribusi sebesar 0,32 persen terhadap PDB nasional atau senilai Rp70,04 triliun serta menciptakan 333 ribu lapangan kerja atau setara dengan 0,23 persen dari total angkatan kerja.
Di sisi lain, perdagangan aset kripto pada platform ilegal diperkirakan sebesar 1,67 hingga 2,66 kali dari perdagangan pada platform legal. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan potensi penerimaan pajak pemerintah sebesar Rp1 triliun sampai Rp1,7 triliun dan kontribusi yang lebih luas kepada perekonomian.
Jika seluruh perdagangan aset kripto pada platform ilegal dapat dialihkan kepada platform legal, ungkap Prani, maka kontribusi perdagangan aset kripto di Indonesia akan meningkat menjadi Rp189,46 triliun hingga Rp260,36 triliun atau setara dengan 0,86 persen sampai 1,18 persen terhadap PDB nasional.
"Hal ini disertai dengan peningkatan penciptaan kesempatan kerja menjadi 892 ribu sampai 1,22 juta atau setara dengan 0,62 persen hingga 0,85 persen dari total angkatan kerja nasional," papar dia.
Baca juga: Bitcoin Pecah Rekor Lagi hingga Nyaris Sentuh Rp2,1 Miliar, Ini Penyebabnya |