Israel Serang Militer Suriah di Tengah Konflik Druze dan Bedawi

Militan di Suriah. (SANA)

Israel Serang Militer Suriah di Tengah Konflik Druze dan Bedawi

Riza Aslam Khaeron • 15 July 2025 14:05

Sweida: Israel melancarkan serangan terhadap militer Suriah di tengah kekacauan berdarah yang melibatkan milisi Druze dan suku Bedawi di provinsi Sweida, wilayah selatan Suriah. Serangan itu diumumkan pada Senin, 14 Juli 2025, bersamaan dengan meningkatnya konflik antar faksi bersenjata dan keterlibatan pasukan pemerintah Suriah dalam upaya pemulihan ketertiban.

Melansir The Guardian, militer Israel mengonfirmasi telah menghantam beberapa tank milik pasukan Suriah yang bergerak ke arah Sweida. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menulis di X bahwa serangan itu adalah "peringatan jelas kepada rezim Suriah".

"Kami (Israel) tidak akan membiarkan warga Druze di Suriah disakiti," tulis Katz di X.

Konflik di Sweida sendiri meletus setelah seorang pedagang sayur Druze diculik oleh anggota suku Bedawi yang mendirikan pos pemeriksaan ilegal. Insiden tersebut memicu serangkaian aksi balas dendam, termasuk penculikan dan bentrokan bersenjata.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) melaporkan sedikitnya 99 korban tewas, termasuk dua anak-anak, dua perempuan, dan 14 anggota pasukan keamanan. Kementerian Dalam Negeri Suriah menyebut angka korban tewas lebih dari 30 orang dan hampir 100 lainnya terluka.

Menurut SOHR, beberapa anggota pasukan keamanan Suriah bahkan diduga secara aktif mendukung kelompok bersenjata Bedawi dalam bentrokan tersebut. Kementerian Dalam Negeri Suriah mengakui adanya bentrokan antara aparat negara dan kelompok bersenjata yang disebut sebagai "kelompok kriminal".

Namun, juru bicara kementerian, Noureddine al-Baba, menegaskan bahwa konflik ini bukan konflik sektarian, melainkan konflik antara negara dan kelompok pelanggar hukum.

"Konflik sejatinya antara negara dengan para bandit dan kriminal, bukan antara negara dan komunitas manapun di Suriah," ujar al-Baba, melansir The Guardian. Ia juga menyebut komunitas Druze di Sweida sebagai mitra negara dalam proyek persatuan nasional.

Meskipun demikian, ketegangan tetap tinggi di antara warga Druze. Salah satu tokoh spiritual utama, Sheikh Hikmat al-Hijri, menolak keras kehadiran aparat keamanan di wilayah mereka dan menyerukan adanya perlindungan internasional. 
 

Baca Juga:
Bentrok Berdarah Antar Suku di Suriah Tewaskan Lebih dari 30 Orang

Pernyataan tersebut memperlihatkan kecurigaan mendalam terhadap otoritas pusat, terlebih setelah rezim Bashar al-Assad tumbang pada Desember 2024.

Beberapa tokoh Druze, seperti juru bicara Gerakan Men of Dignity, Bassem Fakhr, menyatakan bahwa negosiasi sedang berlangsung antara tokoh masyarakat Sweida dan pihak kementerian pertahanan Suriah untuk mencari penyelesaian damai.

Di sisi lain, otoritas agama Druze secara resmi menyerukan gencatan senjata sambil menekankan bahwa mereka tidak menolak pemerintah pusat Suriah.

Situasi ini memperburuk kondisi keamanan di Suriah selatan. Kementerian Dalam Negeri Suriah menyebutnya sebagai "eskalasi berbahaya yang terjadi karena absennya lembaga resmi yang relevan", yang menyebabkan kekacauan, memburuknya situasi keamanan, dan ketidakmampuan komunitas lokal untuk mengendalikan keadaan.

PBB turut menyampaikan keprihatinannya. Wakil utusan khusus PBB untuk Suriah, Najat Rochdi, mendesak semua pihak untuk melindungi warga sipil dan menghentikan kekerasan. Ia menekankan perlunya "dialog inklusif yang tulus" untuk mewujudkan transisi politik yang kredibel di Suriah.

 Ini bukan pertama kalinya Israel—yang memiliki komunitas Druze sendiri—menyerang sasaran di Suriah. Pada Mei lalu, Israel menyerang lokasi di dekat istana presiden Damaskus, menyusul bentrokan antara pasukan pro-pemerintah dan milisi Druze di Sahnaya dan Jaramana.

Sejak kejatuhan Assad, komunitas Druze menunjukkan sikap hati-hati terhadap pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Presiden Ahmad al-Sharaa. Mereka kerap terlibat bentrok dengan pasukan keamanan atau kelompok sekutu pemerintah baru. Ketegangan meningkat karena beberapa kelompok Druze menuduh adanya diskriminasi dan minimnya perlindungan dari negara.

Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Suriah mendesak negara-negara dan organisasi internasional untuk menghormati kedaulatan Republik Arab Suriah dan tidak mendukung gerakan separatis. Mereka juga menyerukan warga Suriah untuk menghentikan kekerasan, menyerahkan senjata ilegal, dan menggagalkan upaya memecah belah struktur sosial Suriah.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)