Ilustrasi TNI. Foto: Medcom.id/Kautsar.
Fachri Audhia Hafiez • 27 March 2024 11:47
Jakarta: Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dinilai belum mendesak. Hal ini merespons desakan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) agar revisi Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer diwujudkan ihwal kasus kekerasan oleh oknum anggota TNI di Papua.
"Belum (mendesak)," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Christina Aryani saat dihubungi Medcom.id, Rabu, 27 Maret 2024
Christina mengatakan peradilan militer sejatinya didesain layaknya peradilan khusus lain. Kompetensinya sudah diatur sesuai ketentuan.
Di sisi lain, dia mendesak agar investigasi dilakukan perihal kasus kekerasan oleh oknum anggota TNI di Papua. Melalui standar operasional prosedur (SOP) yang dimiliki TNI, peristiwa tersebut diharapkan segera diungkap akar permasalahannya.
"TNI memiliki SOP rule of engagements hukum humaniter dalam menjalankan tindak operasi di lapangan. Sehingga perlu dicari tahu kenapa kejadian ini sampai terjadi, menjadi inisiatif pribadi atau ada perintah dari atasan," ujar Christina.
Dia juga mendesak agar hasil investigasi kasus dibuka. Kemudian, pelaku yang terlibat dikenakan sanksi yang setimpal.
"Kami juga mendorong agar hasil investigasi dibuka ke publik dan hukuman dijatuhkan sesuai dengan perbuatan," tegas Christina.
Baca juga: TNI AD Investigasi Dugaan Penganiaan yang Dilakukan Prajuritnya Terhadap Anggota KKB |