Presiden Persilakan Daerah Terapkan Pajak Hiburan di Bawah 40-70%

Presiden Joko Widodo. Foto: Dok Setpres

Presiden Persilakan Daerah Terapkan Pajak Hiburan di Bawah 40-70%

Kautsar Widya Prabowo • 19 January 2024 13:38

Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin rapat terbatas mengenai pajak hiburan di Istana Negara, Jumat, 19 Januari 2024. Presiden mempersilakan pemerintah daerah menerapkan pajak hiburan di bawah angka yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

"Daerah melakukan pajak lebih rendah dari 40-70 persen sesuai dengan daerah masing-masing," ujar Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 19 Januari 2024. 

Airlangga menjelaskan besaran pajak dapat disesuaikan dengan kondisi perekonomian di daerah. Ia mencontohkan Aceh telah menerapkan pajak hiburan 50 persen. 

"Beberapa daerah yang sebelumnya mengenakan 70 persen seperti di Aceh dengan Undang-undang ini (Nomor 1 Tahun 2022) malah menurunkan ke 50 persen, demikian pula berbagai daerah lainnya," jelasnya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengenakan Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dengan menetapkan tarif batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen.

"Hal tersebut mempertimbangkan jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa pada umumnya hanya dikonsumsi masyarakat tertentu," ungkap Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana, dalam keterangan resmi, Rabu, 17 Januari 2024.
 

Baca juga: Pajak Hiburan Naik 40%, Ketua DPRD DKI Bakal Panggil Bapenda


Namun demikian, Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani menilai kebijakan pemerintah untuk menaikkan batas bawah tarif pajak hiburan tertentu seperti karaoke, bar, mandi/uap, kelab malam, hingga diskotek dari nol persen menjadi 40 persen dinilai tak berdasar.

Pasalnya, tak ada naskah akademik yang menunjukkan jenis hiburan itu hanya dinikmati oleh kalangan masyarakat tertentu.

"Apa pertimbangannya diberikan threshold 40-75 persen? Dari mana mereka tahu itu hanya dinikmati orang kaya? Itu kan penjelasan yang tidak berdasar, dan saya tidak pernah melihat naskah akademiknya," jelas Hariyadi dilansir Media Indonesia, Rabu, 17 Januari 2024.

Hariyadi mengatakan, kebijakan itu bakal mematikan usaha di sektor tersebut. Bahkan, besar kemungkinan itu akan mematikan perekonomian masyarakat yang bekerja di sektor-sektor itu.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)