Ilustrasi Mahkamah Konstitusi. Medcom.id
Media Indonesia • 22 February 2024 20:25
Jakarta: Rahmawati Salam, seorang ibu rumah tangga, mengajukan permohonan uji materiel Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN), ke Mahkamah Konstitusi (MK). Majelis Hakim Konstitusi diminta membatalkan norma pengajuan kembali (PK) dalam UU PTUN.
Pemohon menilai norma yang diuji mengenai permohonan PK kepada Mahkamah Agung (MA) atas putusan pengadilan yang inkrah, bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pasal 132 ayat (1) UU PTUN menyatakan, terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
Pemohon dalam permohonannya mengungkapkan kasus konkret yang dialaminya. Ia merupakan penggugat dalam perkara sengketa tata usaha negara di PTUN Jakarta melawan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (Menteri ATR/BPN RI). Gugatan Pemohon telah dikabulkan sebagian oleh PTUN Jakarta melalui Putusan Nomor 28/G/TF/2022/PTUN.JKT pada 24 Mei 2022.
Kemudian, Menteri ATR/BPN mengajukan banding pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta. Sementara itu, PTTUN Jakarta dalam putusannya menguatkan putusan sebelumnya dengan perbaikan amar, sehingga mengabulkan seluruhnya melalui Putusan Nomor 171/B/TF/2022/PT.TUN.JKT pada 16 Agustus 2022.
Selanjutnya, Menteri ATR/BPN mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan banding PTTUN Jakarta. Namun, MA dalam Putusan Nomor 184 K/TUN/TF/2023 pada 20 Juni 2023, menolak permohonan kasasi tersebut. Dengan demikian, pada 7 Agustus 2023, Pemohon mengajukan permohonan kepada Menteri ATR/BPN agar melaksanakan Putusan Kasasi MA yang telah berkekuatan hukum tetap.
Namun, Menteri ATR/BPN justru melakukan upaya hukum PK atas Putusan Kasasi MA. Menurut Pemohon, adanya Pasal 132 ayat (1) UU PTUN sangat merugikan hak konstitusional Pemohon karena membuat badan dan/atau pejabat Tata Usaha Negara (TUN) in casu Menteri ATR/BPN tidak dibatasi untuk mengajukan PK atas Putusan Kasasi yang telah inkracht.
“Tidaklah adil jika dalam lingkup Peradilan Tata Usaha Negara, Badan dan/atau Pejabat TUN masih diberikan kesempatan untuk mengajukan Peninjauan Kembali,” ujar kuasa hukum Pemohon, Mohammad Erzad Kasshiraghi, Kamis, 22 Februari 2024.
Baca Juga:
Bukti Kecurangan Pemilu yang Didapat saat Hak Angket Bisa Dibawa ke MK |