Gelar Perkara Kasus Panji Gumilang Dilakukan Setelah Penyidikan Selesai

Ilustrasi. Medcom

Gelar Perkara Kasus Panji Gumilang Dilakukan Setelah Penyidikan Selesai

Siti Yona Hukmana • 8 July 2023 21:16

Jakarta: Bareskrim Polri masih menyidik kasus dugaan penistaan agama, ujaran kebencian berdasarkan SARA, dan penyebaran berita bohong Panji Gumilang, pemilik Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun. Polri akan menggelar perkara bila penyidikan rampung.

"Tentu untuk menentukan seperti disampaikan Dirtipidum Bareskrim Polri (Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro) diyakini adanya tindak pidana, tentu langkah berikutnya gelar perkara kita menentukan tersangka," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dalam program Prime Time News Metro TV, Sabtu, 8 Juli 2023.

Ramadhan mengatakan penyidikan masih berlangsung. Total 19 saksi diperiksa, di antaranya saksi ahli agama Islam, ahli bahasa, ahli sosiologi, dan ahli ITE.

Penyidik akan kembali memeriksa saksi ahli pekan depan. Saksi itu masih berasal dari ahli agama Islam, ahli bahasa, ahli sosiologi, dan ahli ITE.

"Untuk mengembangkan atau mendalami," ujar Ramadhan.

Dalam penyidikan ini, penyidik telah mengirimkan bukti ke Laboratorium Forensik (Labfor) Bareskrim Polri untuk diuji. Bukti itu berupa rekaman dan tangkapan layar dugaan penistaan agama, ujaran kebencian berdasarkan SARA, dan penyebaran berita bohong oleh Panji.

"Jadi, yang kita tunggu adalah hasil dari Laboratorium Forensik Polri terhadap bukti-bukti yang kita amankan, yaitu rekaman ada screenshot apakah benar-benar ini yang dilakukan oleh saudara PG," tutur Ramadhan.

Penyidik Bareskrim Polri saat ini fokus menyidik terkait tiga pasal, yakni Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama. Lalu, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Kemudian, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)