Podium MI: Dunia Pendidikan Pembibitan Korupsi

Dewan Redaksi Media Group Gaudensius Suhardi. Foto: MI/Ebet

Podium MI: Dunia Pendidikan Pembibitan Korupsi

Media Indonesia • 28 April 2025 06:43

LEMBAGA pendidikan sudah menjadi persemaian bibit korupsi. Pantas saja jika 86% koruptor yang ditangkap KPK jebolan perguruan tinggi. Sebagian besar menyandang gelar S-1, S-2, S-3, bahkan profesor.

Bibit korupsi tumbuh subur di dunia pendidikan yang mencampakkan nilai-nilai integritas. Kejujuran, kebenaran, dan tanggung jawab diabaikan dengan penuh kesadaran. Sejatinya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa.

Tidaklah mengherankan sektor pendidikan masuk lima besar korupsi di Indonesia berdasarkan kajian Indonesia Corruption Watch pada periode 2016 hingga 2021. Sektor lainnya ialah anggaran desa, pemerintahan, transportasi, dan perbankan.

Lebih mirisnya lagi ialah persemaian korupsi di dunia pendidikan justru dirawat dengan sepenuh hati. Itulah fakta yang disajikan tanpa riasan dari hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 yang dilakukan KPK.

Survei yang dirilis pada Kamis, 24 April 2025 itu menjangkau 36.888 satuan pendidikan di 507 kabupaten/kota dari 38 provinsi di Indonesia. Sebanyak 449.865 responden dilibatkan yang terdiri atas siswa/mahasiswa, orangtua, tenaga pendidik, dan kepala satuan pendidikan.
 

Baca juga: Editorial MI: Alarm Bahaya Integritas Bangsa

Indeks integritas pendidikan 2024 ada di angka 69,50, atau berada di tingkatan 2, alias level korektif. Ada lima tingkatan integritas. Tingkatan 1 (integritas rentan dengan nilai 0-62,50), tingkatan 2 (integritas korektif; 62,51-72,50), tingkatan 3 (integritas adaptif; 72,51-82,50), tingkatan 4 (integritas kuat; 82,51-92,50), dan tingkatan 5 (integritas tangguh; 92,51-100).

Banyak temuan menarik dari hasil survei KPK yang membuat mata terbelalak dan mulut ternganga-nganga. Kasus menyontek masih ditemukan pada 78% sekolah dan 98% kampus.

Ketidakjujuran sudah tumbuh subur. Peserta didik yang menyontek sebesar 44,75?n meminta orang lain mengerjakan tugas sebesar 38,4%. Persentase peserta didik yang memilih menyontek daripada belajar sebesar 20,69%.

Persemaian bibit korupsi dirawat dengan baik terkonfirmasi dari hasil survei. Pada aspek gratifikasi, misalnya, guru menerima bingkisan dari siswa agar lebih memperhatikan siswa sebesar 29,17%, sedangkan dosen menerima bingkisan dari mahasiswa mempermudah kelulusan sebesar 58,61%. Lebih miris lagi, tenaga pendidik menganggap gratifikasi merupakan sesuatu yang wajar sebesar 68,10%.

Terkait dengan perilaku koruptif, ditemukan, guru memberikan bimbingan belajar tambahan dengan meminta bayaran/iuran sebesar 48,18%. Praktik pungutan yang dikenakan di luar biaya resmi dari sekolah dalam penerimaan siswa baru sebesar 28,18%.
 
Baca juga: Ridwan Kamil Pakai Nama Orang Lain dalam Surat-surat Mogenya

Temuan lainnya menyangkut nepotisme. Perlakuan khusus pimpinan kepada guru/dosen tertentu sebesar 27,09%. Perlakuan khusus kepada siswa/mahasiswa sebesar 26,56%. Tenaga pendidik mendapatkan promosi karena kedekatan dengan pimpinan sebesar 36,55?n siswa menerima perlakuan khusus saat penerimaan sebesar 60,76%.

Benih-benih korupsi yang tumbuh subur di dunia pendidikan mesti dibaca sebagai kegagalan KPK. Salah satu tugas KPK ialah menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jejaring pendidikan. Tugas itu merupakan perintah Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Pendidikan antikorupsi jangan dijadikan proyek, tetapi jalan untuk mengembalikan dunia pendidikan sebagai lokomotif budaya antikorupsi. Jika pendidikan antikorupsi dijadikan proyek, keberhasilannya hanyalah seonggok angka statistik tanpa mengubah perilaku sebagaimana temuan SPI yang dirilis KPK.

Pimpinan KPK periode 2019-2024 membanggakan capaian pendidikan antikorupsi yang dirilis dalam konferensi pers pada 17 Desember 2024. Disebutkan bahwa hingga akhir 2024, KPK telah menyesuaikan pendidikan antikorupsi di 26.175 satuan pendidikan mulai jenjang anak usia dini, pendidikan dasar, hingga menengah.

Implementasi pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi mencapai 73,43% atau 21.597 program studi yang mencakup 65% perguruan tinggi di Indonesia. Pendidikan antikorupsi antara lain disisipkan pada mata kuliah wajib kurikulum atau mata kuliah relevan lainnya.

Selain itu, KPK disebut aktif mendorong implementasi pendidikan antikorupsi di tingkat daerah melalui advokasi peraturan kepala daerah. Hasilnya, sebanyak 453 pemerintah daerah (82,97%) telah memiliki regulasi tentang pendidikan antikorupsi.

Pendidikan antikorupsi niscaya berhasil jika, mengikuti pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Tripusat Pendidikan, diajarkan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Persoalan besar muncul karena pengajaran antikorupsi di sekolah dan keluarga malah berlawanan dengan realitas dalam masyarakat yang memuja koruptor.

Tidak sedikit koruptor selepas mendekam di penjara justru disambut masyarakat bak pahlawan kesiangan. Sebagian mantan terpidana korupsi bergelar sarjana itu mendapatkan tempat terhormat di kepengurusan partai politik dan tanpa malu-malu tampil sebagai juru bicara di ruang publik.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Arga Sumantri)