Fenomena 'Rojali-Rohana' Makin Marak Gegara Angka Kemiskinan Perkotaan Membeludak

Ilustrasi. Foto: dok Istimewa.

Fenomena 'Rojali-Rohana' Makin Marak Gegara Angka Kemiskinan Perkotaan Membeludak

Insi Nantika Jelita • 3 August 2025 09:18

Jakarta: Tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi di Indonesia menjadi alarm serius bagi pemerintah. Terdapat wilayah yang mengalami peningkatan tingkat kemiskinan, yaitu Maluku dan Papua. 

Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengungkapkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan China Economic Information Center (CEIC) yang diolah Indef, pada 2024 tingkat kemiskinan di wilayah tersebut sebesar 18,62 persen, dan meningkat menjadi 18,90 persen pada 2025.

Wilayah Maluku dan Papua disebut masih sangat bergantung pada sektor ekstraktif seperti pertambangan dan smelter, sehingga gejolak harga komoditas langsung berdampak pada ekonomi dan pendapatan masyarakat. Hal ini membuat mereka rentan secara ekonomi.

Berikutnya, wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang meskipun mengalami penurunan dari 12,15 persen pada 2024 menjadi 11,93 persen di 2025, tetap menjadi kawasan dengan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi.

"Jangan lagi menyembunyikan fakta masih terjadi tingkat kemiskinan tinggi di wilayah-wilayah tertinggal, seperti Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara. Kenaikan ini harus menjadi alarm bagi pemerintah," kata Abra dalam diskusi daring bertajuk 'Angka Kemiskinan Turun, Kesejahteraan Naik?' dikutip Minggu, 3 Agustus 2025.

Secara nasional, tren kemiskinan memang menunjukkan penurunan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat kemiskinan nasional turun dari 8,57 persen pada September 2024 menjadi 8,47 persen pada Maret 2025. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, Abra menuturkan kemiskinan di wilayah perdesaan masih jauh di atas rata-rata nasional.

Yang lebih mengkhawatirkan, lanjutnya, adalah kenaikan angka kemiskinan di wilayah perkotaan. Dari 6,66 persen atau 11,05 juta jiwa pada September 2024 menjadi 6,73 persen atau 11,27 juta jiwa pada Maret 2025. Kenaikan ini dipicu tingginya harga kebutuhan pokok, transportasi, serta kebutuhan perumahan, yang menekan kelompok rentan miskin di perkotaan. 

"Ditambah lagi, pendapatan masyarakat perkotaan yang mayoritas bekerja di sektor informal relatif stagnan, atau bahkan menurun," jelas dia.
 

Baca juga: Tak Efektif, Program Bansos Cuma Tekan Sedikit Angka Kemiskinan


(Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Medcom.id)
 

Muncul fenomena Rojali-Rohana


Dengan semakin sulitnya masyarakat di perkotaan memenuhi kebutuhan hidup yang layak, muncul fenomena Rojali (rombongan jarang beli) dan Rohana (rombongan hanya nanya) di pusat perbelanjaan. Ini mencerminkan masyarakat lebih memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dasar dibandingkan kebutuhan sekunder atau tersier.

"Adanya Rojali dan Rohana ini karena mereka tidak mau jorjoran dalam konsumsi. Artinya, kemampuan daya beli mereka sangat terbatas," papar Abra.

Lebih lanjut, ia menyoroti kelompok masyarakat rentan di wilayah perkotaan seringkali tidak tersentuh oleh program-program perlindungan sosial (perlinsos) dari pemerintah. Hal ini disebabkan persoalan integrasi dan validitas data yang belum optimal. 

Program tersebut dianggap cenderung bias terhadap wilayah  perkotaan, terutama mereka yang bekerja di sektor informal. Padahal, sektor ini merupakan penyumbang terbesar jumlah masyarakat miskin di kota.

Namun karena tidak tercatat secara resmi, mereka kerap luput dari jangkauan bantuan sosial yang disalurkan oleh pemerintah. Akibatnya, kelompok rentan ini terus terjebak dalam lingkaran kemiskinan tanpa perlindungan yang memadai.

"Hal ini menjadi alarm serius bagi pemerintah, sebab kelompok rentan di perkotaan sangat sensitif terhadap gejolak sosial dan ekonomi," jelas Abra.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)