Sejarah 5 Lagu Perjuangan Nasional dan Penciptanya

Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 17 Agustus 2022 (BPMI Setpres/Muchlis Jr)

Sejarah 5 Lagu Perjuangan Nasional dan Penciptanya

Riza Aslam Khaeron • 2 August 2025 16:28

Jakarta: Menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025, gema lagu-lagu perjuangan kembali membahana di seluruh penjuru Tanah Air. Lagu-lagu ini bukan sekadar nyanyian, melainkan simbol semangat perlawanan dan kebangkitan bangsa yang terus menginspirasi generasi ke generasi.

Setiap lagu membawa sejarah, semangat, dan pesan yang kuat untuk menyatukan rakyat Indonesia di tengah perjuangan panjang merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Berikut sejarah lima lagu perjuangan nasional yang paling dikenal, lengkap dengan penciptanya dan konteks sejarah di balik penciptaannya.
 

1. Indonesia Raya – W.R. Supratman (1928)

Wage Rudolf Supratman menggubah lagu "Indonesia Raya" sebagai tanggapan atas ajakan menciptakan lagu kebangsaan bagi Indonesia. Lagu ini pertama kali dikumandangkan dalam Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928, di Gedung Indonesische Clubgebouw, Jakarta.

Untuk menghindari represi dari aparat kolonial Belanda, Supratman membawakannya dengan gesekan biola tanpa syair. Lagu ini langsung disambut meriah dan dijadikan simbol persatuan nasional.

Supratman adalah jurnalis aktif yang sangat terlibat dalam pergerakan kebangsaan. Ia membaca tulisan yang menantang para komponis Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan, dan dari sanalah Indonesia Raya lahir. Lagu ini sempat dicetak dalam bentuk pamflet oleh surat kabar Sin Po dan tersebar luas di kalangan pemuda.

Namun, otoritas kolonial Hindia Belanda menganggapnya sebagai ancaman dan melarang lagu ini dinyanyikan di muka umum.

Larangan tersebut berlanjut hingga masa pendudukan Jepang, meskipun pada akhir Perang Dunia II, Jepang mulai melunak. Pada tahun 1944, Panitia Lagu Kebangsaan dibentuk untuk menyempurnakan lirik Indonesia Raya yang awalnya masih dipengaruhi bahasa Melayu.

Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, lagu ini dinyanyikan di Pegangsaan Timur 56 dan sehari setelahnya, ditetapkan sebagai lagu kebangsaan secara konstitusional melalui UUD 1945.
 

2. Bagimu Negeri – Kusbini (1942)

Lagu “Bagimu Negeri” diciptakan oleh Kusbini pada tahun 1942 di tengah masa pendudukan Jepang. Sebelum merampungkan lirik, Kusbini sempat berdiskusi dengan Presiden Soekarno mengenai strategi penyampaian pesan nasionalisme yang tidak mencolok, agar tak memicu kecurigaan dari otoritas Jepang yang saat itu giat mempropagandakan kekuasaannya dan menekan ekspresi perjuangan kemerdekaan.

Akhirnya diputuskan bahwa kata "Indonesia" tidak akan disebut secara eksplisit dalam lirik. Sebagai gantinya, kata “negeri” digunakan sebagai simbol pengganti, menyampaikan pesan patriotisme secara tersirat namun kuat. Lagu ini menjadi simbol pengabdian murni kepada bangsa.

Untuk pertama kalinya, lagu ini dipersembahkan oleh Ibu Sud—penyanyi dan pencipta lagu anak-anak terkenal—melalui siaran Radio Hoso Kanri Kyoku milik Jepang. Pemilihan Ibu Sud sebagai penyanyi juga tak lepas dari pertimbangan agar lagu ini tidak memancing kecurigaan Jepang karena reputasinya yang netral.

Setelah kemerdekaan, lagu ini semakin populer dan pada tahun 1960, “Bagimu Negeri” ditetapkan sebagai lagu nasional oleh pemerintah. Sampai kini, lagu tersebut tetap dinyanyikan dalam berbagai upacara kenegaraan dan peringatan besar sebagai simbol pengabdian abadi kepada Tanah Air.
 

3. Garuda Pancasila – Prohar Sudharnoto (1956)

Lagu "Garuda Pancasila" diciptakan oleh Prohar Sudharnoto pada 1956 bersama rekannya bernama Prahar. Lagu ini awalnya berjudul "Mars Pancasila" dan kemudian diubah untuk mencerminkan simbol negara: Garuda Pancasila.

Sudharnoto, lahir di Kendal pada 24 Oktober 1925, adalah seniman multitalenta yang menekuni musik sejak kecil meski ia sempat kuliah di Fakultas Kedokteran UI. Ia mempelajari musik dari tokoh-tokoh besar seperti Maladi dan Jos Cleber, dan semasa mudanya mendirikan Ansambel Gembira yang tampil di berbagai forum internasional.

Selain mencipta lagu, Sudharnoto juga menjadi penata musik film dan berhasil menyabet tiga Piala Citra. Namun, kiprahnya terhenti ketika ia ditahan pasca-1965 karena keterkaitan dengan Lekra. Setelah dibebaskan, ia sempat bekerja sebagai sopir taksi sebelum kembali ke dunia musik.

"Garuda Pancasila" menjadi karya yang monumental karena berhasil menyuarakan semangat ideologi negara melalui irama mars yang kuat. Lagu ini menggambarkan nasionalisme yang progresif, menggugah rasa cinta tanah air, dan mengukuhkan Pancasila sebagai dasar negara yang tidak tergantikan.
 
Baca Juga:
Apa itu Amendemen UUD 1945? Dampak dan Prosesnya
 

4. Satu Nusa Satu Bangsa – Liberty Manik (1947)

Lagu ini diciptakan oleh Liberty Manik di Semarang pada tahun 1947. Ia terinspirasi oleh semangat Sumpah Pemuda 1928 yang menyerukan semangat bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu: Indonesia.

Latar belakang penciptaan lagu ini erat kaitannya dengan upaya membangun kembali semangat persatuan setelah kemerdekaan. Saat itu Indonesia masih menghadapi ancaman disintegrasi pasca-kemerdekaan, termasuk agresi militer Belanda.

Lagu ini menjadi medium penting untuk mengobarkan nasionalisme sekaligus merawat memori kolektif bangsa terhadap cita-cita persatuan.

Pertama kali diperdengarkan melalui siaran Radio Republik Indonesia Yogyakarta, lagu ini segera menjadi simbol perlawanan moral dan kultural. Liriknya yang sederhana namun kuat mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk senantiasa menjaga keutuhan tanah air di tengah kondisi bangsa yang masih rapuh dan baru lahir sebagai negara merdeka.
 

5. Mengheningkan Cipta – Truno Prawit (1950-an)

"Mengheningkan Cipta" diciptakan oleh Truno Prawit, komponis asal Solo yang juga pernah menjadi bagian dari staf musik Keraton Surakarta. Lagu ini dirancang untuk mengenang dan menghormati para pahlawan yang gugur membela Tanah Air.

Pertama kali dibawakan oleh Presiden Soekarno dalam peringatan Hari Pahlawan di Ambon pada tahun 1958, lagu ini memiliki fungsi strategis sebagai penggalang dukungan untuk pembebasan Irian Barat. Sejak saat itu, "Mengheningkan Cipta" menjadi bagian penting dalam upacara kenegaraan, dan selalu dinyanyikan dengan sikap hormat dan penuh khidmat.

Liriknya menggugah rasa nasionalisme dan empati, mencerminkan duka cita sekaligus penghormatan mendalam. Lagu ini dimaknai sebagai wujud rasa syukur atas kemerdekaan yang telah diraih melalui pengorbanan jiwa para pahlawan.

Kelima lagu perjuangan ini tidak hanya menjadi warisan budaya nasional, tetapi juga bagian dari perjalanan sejarah Indonesia. Dari semangat kemerdekaan hingga penghormatan kepada pahlawan, lagu-lagu ini terus menggelorakan jiwa nasionalisme dalam setiap generasi Indonesia. Dengan mengenang sejarah penciptaannya, kita diingatkan akan perjuangan dan cita-cita luhur bangsa yang harus senantiasa dijaga.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)