Ilustrasi. Foto: Freepik.
Ade Hapsari Lestarini • 4 August 2025 10:58
Jakarta: Harga emas dunia (XAU/USD) sempat menguat tajam lebih dari 1,5 persen pada perdagangan Jumat, 1 Agustus 2025.
Kenaikan tajam ini terjadi sebagai respons terhadap laporan Nonfarm Payrolls (NFP) Amerika Serikat yang jauh di bawah ekspektasi pasar, serta meningkatnya ketegangan geopolitik antara Rusia dan AS.
Menurut analis Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, kombinasi dari pelemahan data tenaga kerja AS dan memburuknya ketegangan global telah mendorong para investor kembali mengalihkan aset ke logam mulia sebagai safe haven utama.
Data NFP yang dirilis pada akhir pekan menunjukkan tambahan lapangan kerja Juli hanya sebesar 73 ribu, jauh di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 110 ribu.
Selain itu, angka pengangguran AS juga naik dari 4,1 persen menjadi 4,2 persen. Hal ini memberi sinyal ekonomi AS tengah mengalami perlambatan yang lebih tajam dari perkiraan sebelumnya.
Andy mencatat, kondisi ini memperbesar peluang pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve dalam waktu dekat, sebuah kondisi yang historisnya mendukung kenaikan harga emas.
Harga emas berpotensi terkoreksi
Namun demikian, Andy mengingatkan adanya potensi koreksi sementara akibat tekanan dari penguatan dolar AS (USD) yang terjadi pada awal sesi Asia hari ini. Dolar menguat seiring terjadinya
rebound teknikal setelah pelemahan tajam usai rilis NFP. Akibatnya, pada Senin, 4 Agustus 2025, emas kehilangan sebagian traksi dan sempat terkoreksi ke sekitar USD3.360.
Sementara dari sisi teknikal, Andy menjelaskan saat ini harga emas kembali menunjukkan penguatan tren naik (
bullish). Hal ini tercermin dari pola candlestick yang terbentuk di akhir pekan lalu serta konfirmasi dari indikator
moving average yang mengarah ke atas.
Ilustrasi. Foto: Bappebti
Dengan tren ini, peluang harga untuk kembali naik dalam waktu dekat cukup terbuka lebar. Proyeksi teknikal menyebutkan selama tekanan beli (
bullish) terus berlanjut, harga emas berpotensi menembus level
resistance selanjutnya di kisaran USD3.363.
Namun jika harga gagal mempertahankan kekuatan
bullish dan mengalami koreksi lebih lanjut, maka level
support terdekat berada di sekitar USD3.338. Andy menekankan pentingnya mencermati dinamika
geopolitik dan perkembangan kebijakan perdagangan AS yang bisa menjadi pemicu volatilitas tambahan di pasar.
Kebijakan tarif Trump
Faktor lain yang turut menjadi perhatian adalah kebijakan tarif baru dari Presiden AS, Donald Trump. Langkah tersebut memicu ketidakpastian baru dalam hubungan dagang global.
Trump telah memberlakukan tarif sebesar 35 persen terhadap barang-barang dari berbagai negara, termasuk mitra dagang utama seperti Kanada dan Tiongkok. Ketegangan ini bahkan semakin memanas dengan pengiriman kapal selam nuklir AS sebagai respons atas pernyataan keras dari pejabat tinggi Rusia. Situasi ini mendorong permintaan terhadap aset lindung nilai seperti emas.
Andy Nugraha menyimpulkan, sentimen pasar masih cenderung mendukung penguatan harga emas dalam jangka pendek. Meskipun terdapat tekanan dari penguatan dolar, namun fundamental yang lemah dari sisi tenaga kerja dan ketidakpastian global tetap menjadi faktor dominan.
Selama tidak ada pergeseran besar dalam ekspektasi suku bunga The Fed atau meredanya konflik geopolitik, maka logam kuning ini diperkirakan akan tetap menjadi pilihan utama investor dalam menghadapi risiko pasar.