Emas batangan. Foto: dok Global Bullion Suppliers.
Jakarta: Pengamat pasar komoditas Ibrahim Assuaibi memproyeksi harga emas dunia dapat menembus level USD3.350 per troy ons pada minggu depan. Prediksi ini didukung analisis fundamental dan teknikal yang menunjukkan tren kenaikan harga.
"Harga emas akan bergerak di kisaran support USD3.334 per troy ons hingga resistance USD3.350 per troy ons dalam jangka pendek. Namun, dalam semester kedua 2025, saya optimistis emas bisa mencapai USD3.600," ungkap Ibrahim dikutip dari analisanya, Minggu, 3 Agustus 2025.
Adapun harga emas dunia di penutupan pasar Amerika Serikat (AS) mengalami kenaikan dua persen, kenaikan tajam harga emas terjadi setelah data ketenagakerjaan AS menunjukkan pelemahan signifikan.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan nonfarm payrolls hanya bertambah 73 ribu pada Juli, jauh di bawah ekspektasi dan turun dibanding revisi Juni yang hanya 14 ribu. Lebih rendah dari perkiraan para ekonom, sehingga meningkatkan tingkat pengangguran nasional menjadi 4,2 persen dari 4,1 persen.
Lemahnya pertumbuhan lapangan kerja ini mendorong pasar untuk memperkirakan akan ada dua kali pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) sebelum akhir 2025, dimulai pada September.
"Ini lebih rendah dari perkiraan para ekonom, sehingga meningkatkan tingkat pengangguran nasional menjadi 4,2 persen dari 4,1 persen," jelas Presidium Ikatan Alumni Universitas Ibnu Chaldun (IKA-UIC) Jakarta Periode 2023-2028 itu.
The Fed makin tertekan
Sementara, lanjut Ibrahim, perpolitikan di AS memanas setelah salah satu dari tujuh gubernur Federal Reserve, Adriana Kugler, mengundurkan diri dari jabatannya. The Fed mengumumkan hal itu pada Jumat, 1 Agustus 2025, ketika Presiden AS Donald Trump gigih mendorong penurunan suku bunga.
Menurut Ibrahim, pergeseran personel ini terjadi di tengah tekanan yang semakin meningkat di bawah Trump, yang telah berulang kali mengkritik Ketua The Fed Jerome Powell karena tidak menurunkan suku bunga lebih cepat.
"Trump juga menyatakan apa yang ia sebut sebagai renovasi kantor pusat
The Fed terlalu mahal dapat menjadi alasan untuk menggulingkan Powell, sebelum akhirnya menarik kembali ancamannya," tutur dia.
Tak kalah menarik, perang dagang memanas setelah Trump menandatangani perintah eksekutif pada Kamis malam yang menaikkan tarif hingga 50 persen untuk puluhan negara, dengan pungutan tersebut akan mulai berlaku pada 7 Agustus 2025.
Negara-negara industri besar seperti Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan akan dikenakan bea masuk sebesar 15 persen, sementara tarif yang lebih tinggi akan dikenakan pada negara-negara lain, termasuk pungutan sebesar 50 persen untuk Brasil.
Trump juga menaikkan tarif untuk Kanada menjadi 35 persen untuk barang-barang yang tidak mematuhi Perjanjian AS-Meksiko-Kanada, yang ditandatangani pada masa jabatan pertama Trump.
(Ilustrasi pergerakan harga emas. Foto: dok Bappebti)
Kondisi geopolitik Eropa makin panas
Selain itu, sebut Ibrahim, geopolitik di Eropa kembali memanas setelah Rusia melakukan serangan drone mematikan di kota perbatasan antara Rusia dan Ukraina, yang membuat Trump kembali bersumpah untuk memberikan sanksi yang lebih berat.
Washington mengancam akan mengenakan tarif hingga 100 persen kepada pembeli minyak terbesar Rusia, Tiongkok, dan India, sekaligus mengenakan tarif sebesar 25 persen kepada India atas hubungannya dengan Moskow.
"Penghentian pembelian minyak Rusia oleh Tiongkok dan India dapat secara signifikan membatasi pasokan global, mengingat keduanya juga merupakan importir minyak terbesar di dunia," beber Ibrahim yang juga merupakan Komite Humas dan Literasi Asosiasi Perdagangan Berjangka Komoditi Indonesi (ASPEBTINDO) periode 2025-2029.