Penerapan Bea Masuk Anti Dumping Dinilai Bukan Cara Tepat Tingkatkan Rasio Pajak

Ilustrasi. Foto: Dok MI

Penerapan Bea Masuk Anti Dumping Dinilai Bukan Cara Tepat Tingkatkan Rasio Pajak

Eko Nordiansyah • 20 May 2025 13:29

Jakarta: Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy meminta pemerintah tak perlu memikirkan peningkatan tax ratio dengan kebijakan yang menyusahkan masyarakat. Hal ini disampaikan menanggapi wacana pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk Benang Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY).

Menurut Ichsanuddin, pengenaan BMAD bakal membuat skema struktur biaya dirombak ulang yang berimbas pada kenaikan harga jual di tengah daya beli yang sedang lesu. Hal ini menjadi ancaman serius bagi industri tekstil Tanah Air, karena terancam gulung tikar sebab hasil produksi terancam tak laku di pasaran.

“Ya cari jalan keluarnya kan. Jalan keluarnya satu-satunya adalah restrukturisasi biaya. Kalau restrukturisasi biaya, anti-dumping tetap diterapkan. Yang paling gampang, ya PHK,” ujarnya kepada wartawan, Selasa, 20 Mei 2025.

Ichsanuddin melanjutkan, BMAD terhadap produk benang POY dan DTY adalah penerapan fiskal pajak yang tidak adil. Menurut dia, industri tekstil tidak bisa dipajaki secara sewenang-wenang sebab merupakan industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

“Karena sesungguhnya tekstil adalah hajat hidup orang banyak. Sandang itu hajat hidup orang banyak, dia tidak bisa sepenuhnya dilepas ke pasar. Yang bisa dilepas ke pasar itu hanya industri dari kain ke distribusi, ke garmen. Di garmen pun ada lagi yang enggak bisa dilepas ke pasar. Jadi tidak semuanya,” tegasnya.
 

Baca juga: 

Usulan BMAD akan Mematikan Industri Tekstil Dalam Negeri hingga PHK Massal



(Ilustrasi. Foto: Dok Kemenperin)

Industri tekstil butuh keringanan pajak

Ichsanuddin menegaskan, sistem pajak yang diberlakukan pemerintah Indonesia sudah usang dan ketinggalan jaman. Di negara-negara lain, kata dia, memandang industri tekstil sebagai industri sandang yang benar-benar melindungi industri ini dengan memberi berbagai keringan pajak.

“Kalau lihat kebijakan Jepang, kebijakan India, Pakistan, India, Bangladesh, Vietnam, Inggris, dan Amerika sendiri, mereka masih bicara full perlindungan industri tekstil mereka dengan baik. Tapi tidak dengan tegas-tegas melakukan perlindungan. Karena kata kuncinya adalah mereka masih melihat industri tekstil sebagai industri sandang itu,” ucapnya.

Sebelum badai PHK benar-benar membenamkan industri tekstil dalam negeri, pemerintah masih punya kesempatan melakukan pembenahan. Menurutnya, cara pandang pemerintah terkait peningkatan tax ratio tak harus terpaku pada BMAD, karena masih banyak sumber pajak yang lebih menjanjikan jika digarap dengan dengan sungguh-sungguh.

Ia menegaskan pemasukan pajak yang seret sekarang ini disebabkan oleh pemerintah yang tak mampu menumpas kejahatan pajak yang dilakukan korporasi besar baik di dalam maupun luar negeri. Baginya hal ini harus segera dituntaskan.

“Pemerintah tidak mampu mengatasi kejahatan perpajakan yang dilakukan oleh korporasi-korporasi besar baik domestik maupun luar negeri. Nah, artinya penyelesaian peningkatan perpajakan tidak bisa hanya bicara anti-dumping. Coba lihat dulu kebijakan pelaksanaan dan pengawasan perpajakannya sudah benar atau belum,” katanya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)