PM Hungaria Viktor Orban malah ingin undang Netanyahu ke negaranya sebagai penentangan atas keputusan ICC. (EP)
Marcheilla Ariesta • 22 November 2024 21:45
Budapest: Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban mengecam Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Orban mengatakan akan menentangnya dengan mengundang pemimpin Israel tersebut ke negaranya.
Dalam komentarnya kepada radio pemerintah, Orban menuduh ICC mencampuri konflik yang sedang berlangsung untuk tujuan politik. Menurut Orban, keputusan untuk mengeluarkan surat perintah bagi Netanyahu atas tindakannya dalam perang di Gaza merusak hukum internasional dan meningkatkan ketegangan.
ICC, pengadilan kejahatan perang tertinggi di dunia yang berpusat di Den Haag, mengeluarkan surat perintah penangkapan pada Kamis untuk Netanyahu serta mantan menteri pertahanannya dan kepala militer Hamas. ICC menuduh mereka melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait dengan perang selama 13 bulan di Gaza.
Surat perintah tersebut mengatakan ada alasan untuk percaya bahwa Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menggunakan "kelaparan sebagai metode peperangan", dengan membatasi bantuan kemanusiaan dan secara sengaja menargetkan warga sipil dalam kampanye Israel melawan Hamas di Gaza - tuduhan yang dibantah oleh pejabat Israel.
Dalam komentarnya pada Jumat, 22 November 2024 Orban, sekutu dekat Netanyahu, menyebut surat perintah penangkapan itu "sangat kurang ajar" dan "sinis."
Ia mengatakan akan mengundang Netanyahu ke Hungaria nanti dan berjanji untuk mengabaikan surat perintah itu jika undangannya diterima.
"Kami akan menentang keputusan ini, dan itu tidak akan berdampak apa pun padanya," kata Orban, dilansir dari Channel News Asia.
Negara-negara anggota ICC, seperti Hungaria, diharuskan menahan tersangka yang menghadapi surat perintah jika mereka menginjakkan kaki di tanah mereka, tetapi pengadilan tidak memiliki cara untuk menegakkannya. Menteri Luar Negeri Hungaria Peter Szijjarto sebelumnya mengkritik surat perintah ICC itu sebagai "tidak masuk akal".
Tindakan ICC itu dilakukan saat jumlah korban tewas akibat operasi Israel di Gaza melampaui 44.000, menurut otoritas kesehatan setempat, yang mengatakan lebih dari separuh dari mereka yang tewas adalah perempuan dan anak-anak. Hitungan mereka tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan.
Baca juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Benjamin Netanyahu