Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira. (tangkapan layar)
Theofilus Ifan Sucipto • 8 October 2023 14:56
Jakarta: Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira meragukan kemampuan Indonesia membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KJCB). Banyak skema yang dinilai kontradiktif dengan pernyataan pemerintah.
"Sekarang Rp226 miliar per bulan harus bayar utang ke China Development Bank, itu PT KAI (Kereta Api Indonesia) sanggup tidak?" kata Bhima dalam diskusi virtual Crosscheck Metrotvnews.com bertajuk "Kereta Cepat Jebakan Utang China?" Minggu, 1 Oktober 2023.
Bhima mengatakan pemerintah akhirnya membuat penjaminan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII). Ketidakmampuan PT KAI membayar utang akan membuat skema penjaminan terjadi.
"Pertanyaannya, PT PII sangup tidak? Logika dasar itu saja yang membuat penjaminan seolah-olah pemerintah ingin bilang tidak mungkin direalisasikan," papar dia.
Skema berikutnya, yakni menggunakan dana talangan atau bail out bila PT PII tidak sanggup menunaikan tugasnya. Dana talangan berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) melalui PT KAI atau PT PII.
Selain itu, Bhima mengkritik pernyataan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KJCB) Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo. Yustinus meminta masyarakat tidak khawatir karena masih sanggup bayar dari proyek kereta batu bara PT Bukit Asam Tbk.
"Ini tidak jelas. Kalau proyek KCJB proyek komersial dan punya pengembalian modal dan keuntungan bagus, buat apa ditutup dari subsidi silang kereta pengangkut batu bara?" ucap Bhima.
Poin kritik lainnya, yakni pernyataan itu dinilai bertentangan dengan upaya pemerintah. Sebab, pemerintah memiliki banyak skenario untuk mengurangi konsumsi batu bara.
"Jadi berapa lama KAI dapat pendapatan dari subsidi silang itu? Khawatirnya KAI kalau tidak kuat, mengganggu seluruh fasilitas kereta api reguler yang dibutuhkan masyarakat," jelas Bhima.