Siti Yona Hukmana • 19 December 2023 17:22
Jakarta: Polda Metro Jaya belum berencana menahan tersangka penerimaan gratifikasi, suap, dan pemerasan Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri. Sidang gugatan praperadilan yang diajukan Firli ditolak Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Imelda Herawati.
"Nanti akan kita update berikutnya terkait dengan langkah tindak lanjut yang akan kami lakukan pascaputusan sidang praperadilan pada sore hari ini," kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, 19 Desember 2023.
Ade belum memastikan apakah akan memanggil kembali Firli dalam kapasitas sebagai tersangka kasus pemerasan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Firli sudah tiga kali diperiksa penyidik di Gedung Bareskrim Polri lantai 6 (ruang pemeriksaan Dittipidkor).
"Nanti akan kita update berikutnya," ungkap Ade.
Majelis tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang diajukan Firli Bahuri. Penolakan gugatan atas penetapan tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi, suap, dan pemerasan kepada mantan Mentan SYL itu dibacakan sore tadi pukul 15.00 WIB.
"Menyatakan praperadilan pemohon tidak dapat diterima,” kata Hakim Tunggal Imelda Herawati di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 19 Desember 2023.
Imelda menilai dalil dalam gugatan Firli bukan ranah praperadilan. Sehingga, penetapan tersangkanya tidak bisa dibatalkan untuk dilanjutkan ke persidangan tindak pidana korupsi (tipikor).
Firli ditetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan atas dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) Tahun 2020-2023. Namun, nilai uang pemerasan dalam kasus ini belum dibeberkan jelas oleh polisi.
Meski demikian, terungkap dalam sidang praperadilan bahwa Firli menerima uang suap dengan total senilai Rp2,8 miliar. Uang Rp2 miliar dalam bentuk tunai dan Rp800 juta dalam bentuk valas yang telah dicairkan.
Firli dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.