Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko. Foto: Istimewa.
Anggi Tondi Martaon • 22 December 2025 16:17
Jakarta: Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko, menekankan pentingnya akselerasi implementasi Makan Bergizi Gratis (MBG) di madrasah dan pesantren. Sebab, pesantren dinilai sebagai ekosistem strategis pembinaan generasi bangsa.
Dengan jumlah santri yang mencapai jutaan dan mayoritas tinggal di asrama, pesantren memiliki kebutuhan gizi yang spesifik dan berkelanjutan. “Program MBG harus dirancang adaptif untuk pesantren, baik dari sisi menu, sistem distribusi, maupun pengelolaan dapur sehat berbasis pesantren,” kata Singgih melalui keterangan tertulis, Senin, 22 Desember 2025.
Menurut data Kementerian Agama RI 2025, terdapat lebih dari 42,391 pesantren dengan jumlah 4,3 juta santri di seluruh Indonesia. Lingkungan pesantren, dengan karakteristik asrama dan pengelolaan konsumsi yang terpusat, merupakan lokus yang sangat tepat sekaligus strategis untuk implementasi program gizi berkelanjutan.
Untuk mendorong penguatan implementasi program MBG khususnya di lingkungan madrasah dan pesantren, Legislator Golkar dari Dapil Jateng V itu menyarankan perlunya ada sinergi dan integrasi data antara Kementerian Kesehatan, BGN, dan Kemenag. Singergi data tersebut mencakup jumlah santri, kondisi dapur, kebutuhan gizi secara spesifik sehingga penyaluran MBG bisa lebih tepat sasaran
Singgih juga menyarankan perlunya model penyaluran MBG yang lebih adaptif di lingkungan sekolah madrasah dan pesantren. Selain paket kemasan, perlu dipertimbangkan model dapur pesantren dengan pendampingan ahli gizi, supply chain, bahan pangan lokal serta edukasi gizi bagi pengelola dapur
Dia menilai, dukungan terhadap MBG di sekolah Kementerian Agama dan akselerasinya di pesantren bukan sekadar program bantuan sosial. Melainkan manifestasi dari tanggung jawab negara dalam melindungi dan memenuhi hak anak atas kesehatan dan pendidikan yang berkualitas.
Diyakini, dengan kolaborasi semua pihak, program ini akan berkontribusi besar dalam mewujudkan generasi Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan berakhlak mulia.
"Kami di Komisi VIII akan terus mengawal agar anggaran dan pelaksanaan MBG ini tepat sasaran. Semangatnya satu: tidak boleh ada anak atau santri yang tertinggal dalam mendapatkan akses gizi berkualitas," pungkas Singgih.
Ilustrasi MBG. Foto: Dok. BGN.
Selain itu, Singgih mendukung kebijakan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana yang teta menjalankan MBG tetap berjalan selama libur sekolah. Hal itu dinilai sebagai langkah strategis untuk menjamin keberlanjutan pemenuhan gizi anak.
Menurut Singgih, masa libur sekolah justru merupakan periode yang rawan terjadi penurunan asupan gizi, terutama bagi anak-anak dari keluarga rentan secara ekonomi. Menurut dia, penyediaan menu MBG berupa satu paket siap santap dari dapur SPPG serta dua paket MBG kemasan yang dapat dibawa pulang yang berisi roti, telur, susu, dan buah sesuai angka kecukupan gizi merupakan bentuk kehadiran negara yang patut diapresiasi.
“Keberlanjutan MBG selama libur sekolah adalah bukti bahwa negara tidak boleh libur dalam melindungi hak dasar anak, termasuk hak atas pangan dan gizi yang layak. Ini sejalan dengan amanat konstitusi dan komitmen nasional menyiapkan generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045,” tegas Singgih.
Ia menambahkan, berbagai data menunjukkan bahwa masalah gizi masih menjadi tantangan serius nasional. Prevalensi stunting anak Indonesia memang menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Namun masih berada pada angka yang memerlukan intervensi berkelanjutan dan terintegrasi.
Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terbaru, melalui Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, menunjukkan prevalensi stunting nasional sebesar19,8%, Oleh sebab itu masih perlu upaya keras untuk mencapai target 2025 (18,8%) dan mengatasi masalah gizi lain seperti gizi buruk (severe wasting) dan kurang gizi kronis, terutama di provinsi dengan kasus tertinggi seperti Jabar, Jateng, dan Jatim