Kisah Pilu Reni Merawat Bapak Hingga Napas Terakhir di Tengah Bencana

Reni, warga Desa Beurawang, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Metrotvnews.com/Fajri Fatmawati

Kisah Pilu Reni Merawat Bapak Hingga Napas Terakhir di Tengah Bencana

Fajri Fatmawati • 20 December 2025 10:06

Pidie Jaya: Deras air hujan di atap malam itu masih terngiang di telinga Reni (47). Namun yang lebih membekas adalah rintihan terakhir bapaknya di sudut pengungsian, sebelum nyawanya terenggut setelah banjir bandang menerjang.

“Sejak hari pertama di pengungsian, kondisi Bapak sudah parah,” kenang Reni, warga Desa Beurawang, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya Aceh, dengan suara lirih saat ditemui Metrotvnews.com sambil menyodorkan mineral kemasan kepada tim di lokasi pengungsi gedung komplek kantor Bupati Pidie Jaya, Sabtu, 20 Desember 2025.

Bapaknya, seorang sepuh, adalah korban dari rentetan peristiwa tragis saat banjir melanda pada 26 Desember lalu. Bencana itu datang tiba-tiba. Air bah yang deras nyaris menyapu rumah mereka. 
 


Tim SAR berhasil mengevakuasi bapak Reni dan putri pertamanya yang berusia 17 tahun. Namun, nestapa berlanjut di tengah proses penyelamatan. Perahu karet yang mereka tumpangi tiba-tiba terbalik, menjungkirkan semua penumpang ke dalam arus deras.

“Semua terjatuh, termasuk Bapak yang sudah sepuh,” ujar Reni.

Meski berhasil diselamatkan kembali, sang bapak mengalami luka di bagian perut dan memar parah di tubuhnya. Sejak saat itu, ia tak lagi bisa berjalan.

Di tempat pengungsian, penderitaan justru kian berat. Selama lebih dari dua pekan, Reni setia mendampingi bapaknya yang terbaring lemas, hanya beralaskan selembar karpet.

Pengobatan baru mereka dapatkan di hari ketiga. Reni menyaksikan kesehatan bapaknya merosot drastis di tengah keterbatasan fasilitas dan obat-obatan.

Keputusasaan memuncak pada malam terakhir. Melihat kondisi bapaknya yang kritis, Reni berupaya membawanya ke rumah sakit, namun akses ambulans sangat sulit. 

“Saya bolak-balik ke posko minta bantuan. Akhirnya ada juga, walau lama sekali,” ceritanya.

Sayangnya, penanganan di rumah sakit tak mampu mengembalikan kondisi sang bapak yang terlalu lemah. Di sanalah, Reni setia memeluk tangan bapaknya hingga hembusan napas terakhir.

“Saya terus menemani Bapak sampai akhir. Bapak sudah meninggal. Bapak sudah enggak sakit lagi," ucap Reni, mencoba menguatkan diri.


Reni, warga Desa Beurawang, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Metrotvnews.com/Fajri Fatmawati

Kini, sang bapak telah dimakamkan dengan tenang. Dalam duka yang masih menyelimuti, Reni berkata, "Waktu duduk sendiri, bayang-bayang kejadian itu selalu ada,” tutupnya. Air mata yang tak terbendung mengalir membasahi pipinya.

Kisah Reni adalah potret pilu dari dampak berkepanjangan sebuah bencana. Bencana tak berakhir saat air surut, melainkan terus hidup dalam ingatan, luka, dan perjuangan para penyintas yang harus menghadapi keterbatasan.

Bagi Reni, harta bisa dicari kembali. Namun, kisahnya 36 jam bergantung di pohon rambutan, genggaman erat tangan anaknya yang nyaris hanyut, dan pemandangan almarhum ayahnya yang menderita di pengungsian, mengajarkan betapa berharganya nyawa dan rapuhnya kehidupan warga kecil di hadapan murka alam dan penanganan sering terlambat.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Silvana Febiari)