Leonard Samosir: Pengetahuan, Koneksi, dan Doa Itu Modal Utama Jurnalis

Jurnalis senior dan presenter ekonomi Metro TV, Leonard Samosir. Metrotvnews.com/Surya Perkasa

Leonard Samosir: Pengetahuan, Koneksi, dan Doa Itu Modal Utama Jurnalis

Surya Perkasa • 28 November 2025 13:24

Jakarta: Cahaya neon menerangi ruang green room Studio 1 Metro TV siang itu. Di sudut ruangan, sofa krem menjadi tempat Metrotvnews.com berbincang dengan salah satu figur paling dikenal di layar Metro TV jika menyentuh isu ekonomi, Leonard Samosir.

Di layar, ia kerap tampil kritis, terstruktur, dan tajam dalam membedah isu ekonomi. Namun di balik layar, Leo, begitu ia disapa, menunjukkan sisi yang cair, ekspresif, dan penuh tawa.

“Cepat itu penting, tapi akurat itu lebih penting,” ucap Leo mantap membuka obrolan penuh prinsip yang melekat di seluruh perjalanan kariernya dalam semangat 25 Tahun Metro TV.
 

Dari dunia keuangan ke ruang redaksi

Leonard memulai karier di Metro TV pada 2003. Dengan latar belakang keuangan dan berlisensi manajer investasi, ia awalnya bukan sosok yang diasosiasikan dengan dunia jurnalistik. Namun, dasar ekonomi itu yang justru menjadi modal utamanya menavigasi isu-isu kompleks.

Segmen ekonomi Metro TV pada awal 2000-an memerlukan jurnalis yang bukan hanya cepat, tetapi mampu memberikan konteks yang tepat. Leo masuk pada momentum yang tepat. Sejak itu, dia dikenal sebagai salah satu jurnalis dengan kedalaman analisis paling konsisten.

“Pemirsa kita (Metro TV) itu segmennya A dan B+. Waktu mereka terbatas. Mereka bukan cuma mau tahu peristiwanya apa, tapi masalahnya di mana, apa dampaknya, dan apa yang terjadi ke depan,” ujarnya sambil menyandarkan tubuh ke sofa, ekspresinya berubah serius.

Menurutnya, itulah alasan akurasi dan kedalaman bukan sekadar standar kerja, melainkan kebutuhan dasar. Metro TV kemudian tidak bisa berhenti di level permukaan. Tak sekadar stasiun televisi berisi program biasa.

Bahkan, berbagai program ekonomi Metro TV menjadi rujukan pembuat kebijakan, regulator, hingga stakeholder sektor finansial dan ekonomi. Misalnya, Economic Challenge dan Zona Bisnis.  

Melihat berita dari semua sudut

Di tengah wawancara, Leo menggambarkan tugas seorang jurnalis dengan analogi yang mencolok.

“Ini gajah. Karena kalau Anda melihat dari pantatnya, Anda kira itu wajan. Lihat dari gadingnya, pikir yang lain. Tapi kita yang harus memberi tahu dari segala sudut bahwa yang sedang dikasih tahu itu gajah,” ujarnya sambil tertawa kecil.

Analogi itu menggambarkan keyakinannya bahwa berita tidak boleh disajikan sepotong-sepotong. Pemirsa Metro TV membutuhkan gambaran utuh. Leo menekankan bahwa kredibilitas media mainstream justru lahir dari kemampuan menyajikan informasi dibumbui konteks kuat tersebut.

Dalam penuturannya yang penuh gestur, ia berulang kali menekankan bahwa tugas jurnalis adalah menciptakan pemahaman, bukan cuma menyampaikan informasi.

“Kalau hanya bilang what-nya saja, itu sama dengan TV-TV lain,” kata Leo.


Leonard Samosir menjadi presenter Zona Bisnis di Metro TV. Dok. Metro TV

Tuntutan profesional: upgrade tanpa henti

Membicarakan kualitas SDM, Leo kembali bergurau sebelum masuk ke pesan serius.

“Yang sudah ada harus di-upgrade. Harus di-upgrade. Serius gue,” katanya sambil terkekeh, lalu menirukan bagaimana seseorang seharusnya menggunakan huruf besar untuk menekankan perbaikan.

Dalam pandangannya, kecepatan transformasi media menuntut semua orang memperbarui pengetahuan dan keterampilan. Ia memuji beberapa stasiun yang menampilkan energi terengginas (Bahasa Jawa: lincah, gesit, terampil), kreatif, dan cerdas. Sebuah karakter yang menurutnya dulu sangat identik dengan Metro TV.

Bagi Leo, kualitas seperti ini bukan soal nostalgia. Tapi pengingat pentingnya ketangguhan di era persaingan informasi.

Tak hanya soal pengetahuan. Seorang jurnalis juga harus memperkuat hubungan dan jaringan dengan berbagai narasumber. Dia menyebut ini bukan sekadar menambah teman, tapi juga membuka sumber informasi.

Ini pula salah satu aspek yang jarang terlihat dari figur Leonard di layar kaca. Di belakang layar, ia bercerita dengan rileks, bahkan disertai tawa ketika mengingat masa-masa awalnya mencari narasumber.

“Berbincanglah dengan narasumber bukan hanya saat kita perlu,” tegasnya.
Contohnya kedekatan Leo dengan Purbaya Yudhi Sadewa sejak masih menjadi pengamat ekonomi, menjabat berbagai jabatan penting, hingga akhirnya kini menjadi Menteri Keuangan (Menkeu). Saat Purbaya memberikan keynote speech dalam acara 1 Tahun Prabowo Gibran yang digelar Metro TV, Leo berkali-kali 'disentil'.

"11 kali disebut nama gue disebut Pak Menkeu bro. Itu cuma 45 menit," ujar Leo diiringi tawa lepas.


Leonar Samosir tertangkap kamera tersenyum saat 'disentil' Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa salah satu event di Metro TV. Dok. Metro TV

Baginya, membangun relasi bukan soal kebutuhan sesaat.

Leo juga membagikan kisah ketika pertama kali mengenal Direktur Utama Lion Air. Dari kedekatan itu, ia mendapat akses untuk menghubungi Direktur Utama Garuda Indonesia. Jaringan berkembang seperti spiderweb. Istilah ini yang ia pilih untuk menggambarkan koneksi referensial antarnarasumber.

Kepercayaan, menurutnya, terbentuk dari interaksi yang rutin dan relevan. Ketika narasumber melihat seorang jurnalis serius, berpengetahuan, dan memelihara hubungan dengan baik, maka mereka akan membuka pintu yang lebih luas.
 

Turun ke lapangan, dekat dengan realitas

Salah satu nilai yang kerap ditegaskan Leo sepanjang wawancara ialah pentingnya 'menyentuh' kehidupan nyata saat menggali informasi. Ia menyebutnya “menghidupi kehidupan sebagai jurnalis”.

Leo bercerita bahwa ia masih sering naik TransJakarta, MRT, bahkan Angkot JakLingko. Ia ke pasar becek, belanja kebutuhan kecil, atau sekadar mengamati bagaimana layanan publik bekerja.

“Ketika gue naik TransJakarta. Gue bisa tahu kalau busnya kurang. Sehingga ketika gue ngomong sama orang TransJakarta dan dia ngibul, gue bisa tahu,” kata Leo dibarengi tawa.

Baginya, jurnalis yang tidak pernah menyentuh realitas seharusnya tidak memberitakan topik tersebut. Observasi lapangan memberikan intuisi yang tidak bisa didapat dari press release.
Menjelang akhir wawancara, Leo memberikan pesan untuk para jurnalis muda. Nada suaranya berubah tegas, gaya khas Leo saat memandu acara.

“Yang pertama, harus mau baca dan rajin baca. Tiap hari otakmu harus isi,” ujar Leo.

Kedua, jurnalis harus memahami kaidah dasar 5W1H (What, Who, Where, When, Why, dan How) saat menyampaikan informasi dalam berita. Menurut Leo menjadi spesialis memang baik, tetapi tak boleh menjadi alasan jurnalis jadi abai isu lain.

“Harus tahu!” tegas Leo.

Ketiga, jurnalis harus tak bosa membangun jaringan. Koneksi adalah kekuatan utama jurnalis setelah pengetahuan. Terakhir, Leo memberi catatan yang jarang diucapkan jurnalis senior secara terbuka. Doa.

“Tuhan suka anak-anaknya yang berani, tapi bukan nekat,” pungkasnya sambil tersenyum.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Surya Perkasa)