Dewan Redaksi Media Group, Abdul Kohar. Foto: Media Indonesia (MI)/Ebet.
Media Indonesia • 26 November 2025 05:57
Saya tak boleh lelah membahas soal ini: incremental capital output ratio (ICOR). Itulah rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi investasi dalam meningkatkan output ekonomi di suatu negara. ICOR menunjukkan berapa banyak investasi yang diperlukan untuk meningkatkan output ekonomi sebesar satu unit.
ICOR digunakan untuk mengevaluasi efisiensi investasi dan kebijakan ekonomi suatu negara atau perusahaan. Jika ICOR suatu negara ialah 3, misalnya, artinya untuk meningkatkan output ekonomi sebesar 1 unit, diperlukan investasi sebesar 3 unit. ICOR yang rendah menunjukkan investasi lebih efisien dalam meningkatkan output ekonomi. Sebaliknya ICOR yang tinggi menunjukkan investasi kurang efisien.
Lalu, mengapa saya mesti 'antusias' membahas perkara ICOR? Ya, karena ICOR kita belum menggembirakan, mandek. Kalaupun bergerak, masih seperti siput. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat skor ICOR Indonesia pada akhir 2023 berada di level 6,33. Angka itu mencerminkan masih tingginya investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan tambahan satu unit
output pertumbuhan ekonomi. Hingga kini, ICOR kita belum beringsut dari angka 6. Paling bagus, 5 koma sekian.
Bandingkan dengan Malaysia dan Vietnam. Di kedua negara satu kawasan dengan kita itu, ICOR bisa ditekan di angka 4. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi di negara tersebut, khususnya Vietnam, mampu dihela tinggi. Dalam semester pertama 2025, ekonomi Vietnam tumbuh 7,42%. Dengan pertumbuhan setinggi itu, negeri para Ngu Yen (banyak orang Vietnam bernama Ngu Yen) itu mampu menyediakan hampir 700 ribu lapangan kerja baru dalam satu semester saja.
Karena itu, ketika Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Airlangga Hartarto menargetkan penurunan nilai ICOR menjadi sekitar 4 pada 2028, itu bukan hanya mimpi, melainkan keharusan. Bagaimana negeri ini mau menaikkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% bila ICOR stagnan di 'barisan' angka 6?
Come on....
Bayangkan, untuk mencapai pertumbuhan 8%, dibutuhkan sedikitnya investasi senilai sekitar Rp13 ribu triliun hingga 2029. Jika skor ICOR masih di angka 6, susah mengumpulkan realisasi investasi sebesar itu dalam lima tahun ke depan. Sebagai gambaran, sepanjang Januari hingga September 2025, nilai realisasi investasi mencapai sekitar Rp1.470 triliun.
Potensi realisasi investasi hingga akhir tahun bisa-bisa mentok di Rp2.000 triliun. Bila rata-rata investasi per tahun sebesar itu, pada tahun kelima kita bisa mengumpulkan realisasi investasi maksimal di angka Rp10 ribu triliun, alias masih kurang Rp3.000 triliun.
Ilustrasi ekonomi naik. Foto: Metrotvnews.com//Khairunnisa Puteri M.
Karena itulah, efektivitas investasi penting untuk memacu pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Hal itu bisa dicapai apabila pemerintah memastikan seluruh 'mesin' ekonomi yang mencakup investasi, konsumsi, belanja pemerintah, serta ekspor berjalan optimal. Untuk itu, berkaca pada Vietnam, untuk menggenjot pertumbuhan hingga di atas 7%, skor ICOR harus mampu ditekan di angka 4.
Bagaimana caranya? Lagi-lagi berkaca pada Vietnam, kita harus tahu apa yang paling dibutuhkan investor. Vietnam paham betul apa yang dimaui investor, yakni kepastian dan kejelasan. Dengan demikian, dalam investasi, yang jelas harus dibuat jelas, jangan remang-remang; yang pasti mesti dibikin pasti, jangan abu-abu.
Vietnam juga telah melakukan beberapa strategi untuk menekan angka ICOR. Strategi itu di antaranya meningkatkan efisiensi investasi dengan memastikan investasi yang dilakukan tepat sasaran dan efektif dalam meningkatkan output ekonomi. Lalu, meningkatkan produktivitas dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, infrastruktur, dan teknologi.
Selain itu, Vietnam menggenjot investasi di sektor produktif seperti industri manufaktur, pertanian, dan jasa yang memiliki nilai tambah tinggi. Negeri itu juga terus meningkatkan kualitas infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan bandara guna meningkatkan konektivitas dan mengurangi biaya logistik. Semua itu dipayungi dengan menciptakan regulasi yang mendukung, mengurangi birokrasi, dan meningkatkan kepastian hukum.
Dengan melakukan strategi-strategi tersebut, Vietnam berhasil menekan angka ICOR menjadi sekitar 4,6. Angka tersebut jelas lebih rendah jika dibandingkan dengan Indonesia yang memiliki angka ICOR sekitar 6,5.
Apakah negeri ini bisa? Lagi-lagi, bukan soal bisa atau tidak. Ini bukan tentang pilihan. Ini sudah menjadi keputusan. Ia menjadi conditio sine qua non, jika ingin terbang tinggi dengan pertumbuhan 8%, ya pilihannya segera benahi ICOR kita. Sesimpel itu, semudah itu.