Biaya Politik Mahal, Ahli Nilai Perlu Adanya Reformasi Sistem Pemilu

Ilustrasi. Foto: Dok Medcom.id

Biaya Politik Mahal, Ahli Nilai Perlu Adanya Reformasi Sistem Pemilu

Yakub Pryatama Wijayaatmaja • 18 December 2024 19:50

Jakarta: Professor of Comparative Political Anthropology University of Amsterdam Ward Berenschot mengungkapkan, demokrasi Indonesia terperangkap dalam lingkaran setan. Hal itu lantaran mahalnya biaya politik sehingga menimbulkan korupsi dan oligarki.

“Demokrasi Indonesia terperangkap dalam lingkaran setan, biaya tinggi menimbulkan korupsi dan oligarki, menyebabkan pemilih menuntut uang, dan menyebabkan biaya tinggi,” ujar Ward dalam Indonesia Electoral Reform Outlook Forum 2024 yang diadakan Perludem di Jakarta, Rabu, 18 Desember 2024.

Untuk keluar dari perangkap informalitas tersebut, Ward menegaskan dibutuhkan reformasi sistem pemilu secara menyeluruh. Maka dari itu, ia meminta Perludem untuk terus mengumandangkan agenda reformasi sistem pemilu dan mengusulkannya kepada parlemen.

Dengan adanya reformasi sistem pemilu, Ward menilai pemilu Indonesia akan mengalami perkembangan sehingga mengurangi pembelian suara. Bahkan, kata Ward, agenda reformasi sistem pemilu bisa membatasi mahar politik, memperkuat parpol dan meningkatkan pendanaan politik.
 

Baca juga: 

Sistem Kepartaian Dinilai Harus Direformasi untuk Mencegah Politik Uang



Sebelumnya, reformasi sistem politik secara menyeluruh, termasuk perbaikan partai politik (parpol), dinilai harus dilakukan jika ingin mencegah praktik transaksional atau politik uang. Percuma pemerintah mereformasi sistem pemilu, tapi sistem kepartaiannya tidak mengalami reformasi.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, mengatakan politik uang selama ini terjadi karena ada ruang antara parpol dan masyarakat. Parpol terkesan hanya hadir di tengah-tengah masyarakat hanya menjelang pemilu. Sehingga, masyarakat menganggap hubungannya menjadi transaksional.

“Partai itu hadir kalau ada pemilu. Seharusnya kan tak hanya pemilu. Dan pemilu kita lima tahunan. Jadi parpol itu hadir setiap lima tahun, maka tahun keempat partai-partai deketin masyarakat. Setelah tahun kelima lupain dulu kan. Tahun keempat ketemu lagi,” ujar Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)