Alasan Kurikulum Merdeka Belajar Dikaji Ulang, Mendikdasmen: Menimbulkan Polemik

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti. Foto: Medcom.id/Ilham Pratama Putra.

Alasan Kurikulum Merdeka Belajar Dikaji Ulang, Mendikdasmen: Menimbulkan Polemik

Sarah Ruhendi • 2 November 2024 11:06

Jakarta: Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengaku tengah mengkaji ulang penerapan kurikulum Merdeka Belajar. Ia tak menampik kebijakan tersebut menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

"Soal yang pertama merdeka belajar juga termasuk yang sedang kami kaji. Karena memang ini adalah bagian dari kebijakan yang sekarang ini menimbulkan polemik," ujar Mu'ti, dikutip Sabtu, 2 November 2024.

Mu’ti mengaku mendapat banyak masukan terkait penerapan kurikulum Merdeka Belajar. Penerapannya perlu dikaji ulang mengingat peta sebaran kualitas pendidikan di Tanah Air belum merata.

"Ada pendidikan yang sudah sangat maju di kota-kota besar di Indonesia. Misalnya di Sumatra Selatan, ini ada yang maju di Palembang. Tapi ada yang maju tak gentar di Opu dan sebagainya," ujarnya.
 

Baca juga: Mendikdasmen akan Temui Kapolri Bahas Kasus Supriyani

Namun, Mu’ti mengungkapkan pengkajian kurikulum pendidikan di Indonesia bukan hal mudah. Banyak faktor harus menjadi pertimbangan, seperti kualitas dan ketersediaan guru, serta sarana prasarana sekolah.

"Karena ada sekolah yang gurunya berlebih sampai kekurangan jam mengajar. Tapi ada sekolah yang gurunya hanya satu untuk satu sekolahan," tuturnya.

Mu'ti juga bicara soal perlindungan guru di Indonesia. Secara aturan, kata dia, sudah ada pasal dalam undang-undang yang memberikan jaminan hukum bagi guru. "Namun, masalah yang ada saat ini bukan pada adanya regulasi, melainkan pada penegakan dan pelaksanaan aturan tersebut," ungkapnya.

Tantangan yang saat ini dihadapi ialah kurangnya komunikasi antara orang tua dengan guru. Ia menilai terdapat sejumlah faktor penyebab, seperti kemampuan pedagogik guru dalam hal penanganan individu dan manajemen kelas.

Masalah lainnya, kata Mu’ti, adanya ekpekstasi berlebihan dari orang tua kepada guru dapat memicu ketegangan. Adanya bimbingan konseling, pedidikan nilai dan moral, serta kerja sama antara orang tua dan sekolah dapat menjadi solusi jangka pendek.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)