Gedung MPR dan DPR. Foto: MI/Bary Fathahillah
Media Indonesia • 12 March 2024 21:42
Jakarta: Direktur LBH Apik Jakarta, Uli Arta Pangaribuan mengatakan bahwa sampai saat ini, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) masih menggantung dan tidak memiliki kepastian. Untuk itu, perlu dorongan yang kuat agar RUU PPRT ini segera disahkan.
“Sementara kita melihat kalau terus seperti ini ada PR panjang terkait pergantian anggota legislatif. Urgensi perlindungan bagi pekerja rumah tangga ini memang masih belum menjadi prioritas bagi negara. Pada 2 tahun terakhir, LBH Apik Jakarta menerima 13 kasus di mana korbannya ada PRT,” ungkapnya dalam diskusi di Jakarta, Selasa, 12 Maret 2024.
Lebih lanjut, Uli menambahkan salah satu kendala yang sering dialami oleh pendamping LBH Apik Jakarta dalam penanganan kasus PRT adalah desakan melakukan penyelesaian kasus dengan cara non-litigasi atau mediasi.
“Pelaku, keluarga dan pengacara pelaku berusaha melakukan pendekatan kepada keluarga korban dengan iming-iming sejumlah uang,” kata Uli.
Di tempat yang sama, Pengurus Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Sapulidi, Ajeng Astuti menambahkan bahwa situasi pekerja rumah tangga sampai saat ini tidak memiliki perkembangan apa-apa. RUU PPRT yang sudah diperjuangkan bersama dan tinggal satu langkah lagi malah macet di tangan DPR RI.
“Belum ada kepastian hukum bagi kami. Sampai saat ini kan masih banyak kasus yang dialami kawan-kawan kami seperti kekerasan, baik fisik, psikis, dan ekonomi masih terjadi,” ujar Ajeng.
Dorongan untuk mengesahkan RUU PPRT pun tidak kurang terus digalakkan oleh mereka. Di antaranya aksi mogok makan di depan DPR yang sudah berlangsung 180 hari, dan aksi lainnya demi mendapatkan kepastian hukum dan pengesahan RUU PPRT yang dinilai sangat mendesak.
“Belum lama ini kita tahu ada kasus kawan kita di NTT yang dapat kekerasan dan tidak diberi makan. Untuk bertahan hidup dia meminta belas kasih dari orang lain. Kalau tidak ada kekuatan untuk melarikan diri nasibnya akan seperti apa. Itu hanya satu contoh tapi banyak lagi contoh lain yang dialami kawan-kawan,” lanjut Ajeng.
Di lain pihak, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menambahkan bahwa RUU PPRT jika dilihat dari berbagai macam kajian seharusnya sudah matang dan dapat segera disahkan. Namun, dari sisi DPR RI sendiri masih terlihat adanya kontradiktif mengenai urgensi dari RUU PPRT ini.
“Makanya pihak yang masih memiliki perbedaan perlu menjelaskan kembali mengapa hal ini dianggap tidak penting dan perlu kajian. Para pemangku kepentingan dan pejabat publik bisa memanggil siapa pun untuk menyampaikan argumentasi terkait urgensi RUU PPRT ini untuk segera disahkan,” ucap Ninik.
Baca juga:
Komnas HAM Dorong Pengesahan RUU PPRT oleh DPR |