Vatikan Jadi Alternatif Tempat Dialog Rusia-Ukraina, Menlu Rusia: Tidak Elegan

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov. (Dok. Kementerian Luar Negeri Rusia/TASS)

Vatikan Jadi Alternatif Tempat Dialog Rusia-Ukraina, Menlu Rusia: Tidak Elegan

Riza Aslam Khaeron • 24 May 2025 16:01

Moskow: Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov meragukan kelayakan Vatikan sebagai lokasi potensial untuk dialog damai antara Rusia dan Ukraina. Pernyataan ini disampaikan Lavrov dalam pidatonya di Akademi Diplomatik Moskow pada Jumat, 23 Mei 2025.

Melansir The Moscow Times, Lavrov mengatakan bahwa Vatikan bukan tempat yang "tepat" untuk menjadi tuan rumah bagi dua negara yang mayoritas penduduknya penganut Kristen Ortodoks.

"Banyak orang berfantasi tentang kapan dan di mana [pertemuan] akan berlangsung. Kami tidak memiliki ide apa pun saat ini," ujar Lavrov di Moskow, Jumat, 23 Mei 2025, dikutip dari The Moscow Times.

"Bayangkan Vatikan sebagai tempat negosiasi. Itu akan sedikit tidak elegan bagi negara-negara Ortodoks untuk menggunakan platform Katolik untuk membahas cara menghilangkan akar penyebab [perang di Ukraina]," katanya.

"Saya tidak berpikir itu akan sesuai untuk Vatikan sendiri untuk menjadi tuan rumah delegasi dari dua negara Ortodoks dalam kondisi seperti ini," tambahnya.

Komentar Lavrov muncul setelah Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni menyampaikan bahwa Paus Leo XIV telah menyatakan kesediaannya untuk menjadi tuan rumah pembicaraan damai dalam percakapan telepon antara keduanya.

Paus Leo XIV sebelumnya, tak lama setelah terpilih sebagai Paus pertama asal Amerika Serikat, menyatakan keinginannya untuk menjadi mediator dalam konflik global, meski tanpa menyebut langsung Rusia dan Ukraina.
 

Baca Juga:
Sebut Negosiasi di Istanbul 'Tragis', Paus Leo XIV Tawarkan Vatikan jadi Tempat Dialog Perang Ukraina-Rusia

Sementara itu, Kremlin menyatakan belum ada kesepakatan mengenai tempat baru untuk menggelar pembicaraan damai. Sebelumnya, negosiasi langsung antara Rusia dan Ukraina sempat terjadi di Istanbul pada awal bulan Mei, menjadi pertemuan pertama dalam lebih dari tiga tahun.

Dalam pernyataannya di Moskow, Lavrov juga menyatakan bahwa Moskow tidak akan membiarkan penutur bahasa Rusia di Ukraina berada di bawah kekuasaan yang disebutnya sebagai "junta" yang dipimpin Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Ia menegaskan bahwa membiarkan hal itu terjadi akan menjadi sebuah "kejahatan."

Lavrov menuding bahwa satu-satunya jalan menuju perdamaian adalah komunitas internasional menuntut agar Kyiv mencabut undang-undang yang menurutnya mendiskriminasi penutur bahasa Rusia. Ukraina sendiri membantah adanya diskriminasi tersebut.

Menlu Rusia itu juga kembali mengulangi posisi Moskow bahwa Ukraina harus menggelar pemilihan presiden, dengan menyatakan bahwa hanya pemimpin yang "dianggap sah secara luas" yang dapat menandatangani perjanjian damai dengan Rusia.

Zelensky sebelumnya menolak tuduhan bahwa ia bukan pemimpin yang sah. Pemilu presiden Ukraina tidak digelar setelah masa jabatan lima tahunnya berakhir pada Mei 2024 karena negara tersebut berada dalam status darurat militer.

Pemerintah Ukraina dan negara-negara Barat membela keputusan itu dengan alasan keamanan nasional. Mereka juga menyatakan bahwa Rusia, dengan sistem politiknya yang sangat terkendali, tidak berada dalam posisi untuk mengkritik demokrasi negara lain.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)