Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Iftitah Sari. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.
Siti Yona Hukmana • 29 September 2025 23:41
Jakarta: Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Iftitah Sari menyoroti kasus penangkapan dan penahanan dalam aksi demontrasi pada akhir Agustus lalu. Terutama menimpa sejumlah aktivis, yang diduga menghasut untuk membuat kerusuhan.
Hal ini disampaikan ICJR usai menjadi narasumber dalam dialog publik yang digelar Divisi Humas Polri. Dialog publik itu bertema 'Penyampaian Pendapat di Muka Umum Hak dan Kewajiban, Tindakan Anarkistis Menjadi Tanggung Jawab Hukum'.
"Ada sesuatu yang harus diubah di dalam sistem yang harapannya ke depan untuk setiap unjuk rasa, penyampaian melalui demonstrasi itu tidak lagi diikuti oleh aksi-aksi penangkapan dan penahanan," kata Iftitah di Gedung Auditorium Mutiara STIK-PTIK, Jakarta, Senin, 29 September 2025.
Iftitah menilai langkah itu malah menciptakan iklim ketakutan bagi publik. Terutama, yang menyuarakan kritik terhadap pemerintah maupun terhadap pembuat kebijakan. Padahal, kata dia, seharusnya direspons dengan lebih argumentatif bukan dengan tindakan yang represif.
"Dan tindakan ini kita melihat, berangkat dari sistem yang harus diperbarui dan tentu kita berharap diskusi tidak hanya berhenti sampai di forum ini, ada perubahan yang konkret dan diikuti oleh pembuat kebijakan terutamanya," ujar Iftitah.
Iftitah menyebut saat ini DPR sedang menggodok isu soal RUU KUHAP. Menurutnya, perubahan RUU KUHAP itu sangat erat kaitannya dengan ketentuan mengenai penangkapan dan penahanan yang sangat bermasalah dan tidak akuntabel.
"Tentu kita ingin ada penguatan
check and balances di dalam khususnya penangkapan dan penahanan. Dan itu kita punya kesempatan, momentum yang sangat besar saat ini di dalam proses pembuatan kebijakan di RUU KUHAP," ungkap Iftitah.
Iftitah brharap masyarakat, publik, pembuat kebijakan, dan semua stakeholders bisa mendukung agenda RUU KUHAP tersebut. Terutama soal ide-ide soal memperkuat nilai-nilai akuntabilitas dan
check and balances, bahwa penangkapan dan penahanan itu sangat penting untuk diawasi dan dikontrol.
"Dan semoga kritik atau masukan ini juga bukan dianggap sebagai tindakan untuk mengurangi kewenangan, tapi ini berangkat murni dari keinginan perbaikan, keinginan kita punya mekanisme sistem peradilan pidana, kita ingin punya kepolisian, institusi Polri yang akuntabel dan profesional ke depan," pungkas peneliti ICJR itu.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersama Koalisi Masyarakat Sipil. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.
Polda Metro Jaya menangkap puluhan orang dalam aksi demonstrasi sejak 25-31 Agustus 2025. Salah satu pelaku masuk dalam klaster menghasut orang lain untuk mengikuti demonstrasi.
Total ada enam pelaku penghasutan ditangkap dan ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Mereka ialah Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen; staf Lokataru Foundation, Muzaffar Salim; selebgram Figha Lesmana; admin akun Instagram Gejayan Memanggil, Syahdan Husein; Aktivis Mudam dari Aliansi Mahasiswa Penggugat, Khariq Anhar; serta seorang pria berinisial RAP.
Sementara itu, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menangkap seorang mantan pegawai ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA), Laras Faizati. Laras ditahan di Rutan Bareskrim Polri atas kasus dugaan penghasutan pembakaran Gedung Mabes Polri.
Kemudian, aktivis Mohammad Fahrurozi ditangkap di Polda DIY. Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Polri segera membebaskan para aktivis itu.