Ilustrasi. Foto: dok MI.
Riza Aslam Khaeron • 15 August 2025 08:37
Jakarta: Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025, agenda kenegaraan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, berlangsung padat dan strategis.
Pada Jumat, 15 Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan menyampaikan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dalam Sidang Paripurna DPR RI.
Pidato tersebut menjadi momen penting dalam menetapkan arah kebijakan fiskal dan pembangunan nasional tahun depan, sekaligus melanjutkan rangkaian Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD yang digelar pagi harinya.
Berikut sejumlah perkiraan dan sorotan utama menjelang penyampaian Nota Keuangan dan RAPBN 2026:
Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN 2026
Salah satu komponen krusial dalam penyusunan
RAPBN 2026 adalah kesepakatan terhadap Asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM). Pemerintah dan DPR RI sebelumnya telah menyepakati kisaran ADEM sebagai fondasi utama RAPBN 2026 dalam Sidang Paripurna DPR yang digelar pada Rabu, 24 Juli 2025.
Sidang ini membahas Laporan Hasil Pembicaraan Pendahuluan
RAPBN 2026 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2026 dari Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.
Asumsi-asumsi ini menjadi pijakan teknokratis dalam perumusan Nota Keuangan dan RUU APBN Tahun Anggaran 2026 yang disampaikan Presiden Prabowo dalam sidang paripurna hari ini. Berikut rincian asumsi yang telah disepakati:
- Pertumbuhan Ekonomi: 5,2% – 5,8%
- Laju Inflasi: 1,5% – 3,5%
- Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS: Rp16.500 – Rp16.900
- Tingkat Suku Bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 Tahun: 6,6% – 7,2%
- Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP): US$60 – US$80 per barel
- Lifting Minyak Bumi: 605 – 620 ribu barel per hari
- Lifting Gas Bumi: 953 – 1.017 ribu barel setara minyak per hari
Melansir laman Kementerian Keuangan dan unggahan resmi Menteri Keuangan Sri Mulyani, kesepakatan ini mencerminkan komitmen bersama antara pemerintah dan legislatif untuk menjaga kredibilitas fiskal, stabilitas makroekonomi, serta ketahanan APBN sebagai instrumen utama pembangunan nasional.
Proyeksi Belanja Negara Rp3.800 - Rp3.820 T
Selain asumsi makro, proyeksi postur anggaran turut menjadi sorotan menjelang penyampaian Nota Keuangan. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah, memaparkan bahwa dalam pembahasan awal RAPBN 2026, pemerintah memperkirakan belanja negara akan berada pada kisaran Rp3.800 triliun hingga Rp3.820 triliun.
Angka ini meningkat signifikan dibandingkan proyeksi belanja pada APBN 2025 yang masih berada di kisaran Rp3.527,5 triliun.
Dengan belanja sebesar itu dan asumsi pendapatan negara sebesar Rp3.094 triliun sampai Rp3.114 triliun, maka defisit
RAPBN 2026 diperkirakan akan berada di angka sekitar Rp706 triliun atau setara 2,53% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Program-Program Unggulan RAPBN 2026
Mengacu pada laman Kemenkeu, kepada , APBN 2026 akan difokuskan untuk mendukung berbagai program prioritas nasional yang telah ditetapkan pemerintah. Di antaranya:
- Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi pelajar dan anak-anak, sebagai upaya menurunkan stunting dan memperkuat SDM sejak dini.
- Pemeriksaan Kesehatan Gratis untuk masyarakat, sebagai bagian dari program layanan dasar universal.
- Perbaikan dan revitalisasi sekolah, terutama di daerah tertinggal dan 3T.
- Penguatan ketahanan pangan melalui subsidi pertanian, distribusi pupuk, dan peningkatan produksi nasional.
- Pengembangan Koperasi Merah Putih dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan berbasis desa.
Menkeu juga menegaskan bahwa seluruh program tersebut dirancang dalam kerangka reformasi fiskal dan efisiensi belanja. Arahan Presiden menekankan pentingnya menjaga defisit anggaran pada tingkat yang sehat, serta memastikan bahwa belanja negara benar-benar menyasar kepentingan strategis dan jangka panjang bangsa.
Potensi Besar Subsidi Rp97,37 triliun hingga Rp104,97 triliun
Berdasarkan dokumen usulan pemerintah, subsidi listrik tahun depan diperkirakan berada di kisaran Rp97,37 triliun hingga Rp104,97 triliun, meningkat dari pagu tahun 2025.
Total subsidi energi dan non-energi secara keseluruhan berpotensi melampaui Rp300 triliun, dan bahkan bisa membengkak hingga Rp400 triliun menurut catatan Kementerian ESDM jika tidak disertai langkah pengendalian yang memadai.
Sebagian alokasi subsidi juga diusulkan diarahkan untuk mendukung energi baru terbarukan (EBT), termasuk integrasi subsidi listrik dengan pemasangan PLTS atap di daerah terpencil. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat pencapaian target bauran EBT nasional dan mendukung komitmen net zero emission 2060.
Dengan proyeksi belanja dan subsidi yang tinggi serta fokus pada program-program prioritas,
RAPBN 2026 menjadi ujian awal bagi pemerintahan Presiden Prabowo dalam menyeimbangkan ambisi pembangunan dengan kehati-hatian fiskal, sekaligus memastikan setiap rupiah belanja negara benar-benar berpihak pada kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan ekonomi nasional.