Dilaporkan ke Polisi, Pemilik Klinik GSC Bantah Lakukan Perusakan dan Intimidasi

Pengacara Krisna Murti. Dok. Istimewa

Dilaporkan ke Polisi, Pemilik Klinik GSC Bantah Lakukan Perusakan dan Intimidasi

Achmad Zulfikar Fazli • 2 May 2025 21:47

Jakarta: Pemilik klinik kecantikan BD, DJR, melaporkan pemilik klinik GSC, IK, atas dugaan perusakan, intimidasi, dan pelanggaran kerja sama. Pelaporan dilakukan ke Polres Metro Jakarta Utara/

Laporan tersebut dengan nomor LP/B/659/V/2024/SPKT/Polres Metro Jakut/Polda Metro Jaya atas dugaan Tindak Pidana Penipuan atau Perbuatan Curang sebagaimana Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP, sebagaimana dalam Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 406 KUHP. Namun, tudingan itu dibantah kubu IK.

Pengacara IK, Krisna Murti, menegaskan kliennya tidak pernah bertindak semena-mena kepada karyawan BD. Seperti penggunaan seragam kerja yang telah disepakati kedua belah pihak.

"Telah disepakati seragam yang dipakai karyawan GSC dan BD terdapat bordiran logo masing-masing klinik. Tidak ada paksaan dengan pakaian seragam," kata Krisna di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat, 2 Mei 2025.

Krisna juga menjelaskan soal pencabutan CCTV di ruang praktik klinik. Dia menegaskan pencabutan dilakukan operator CCTV. Pencabutan CCTV dilakukan untuk melindungi privasi pasien. 

Di samping itu, dia menegaskan isu adanya intimidasi kepada karyawan BD, tidak benar. Pihaknya hanya meminta karyawan BD, R, diganti karena diduga telah menimbulkan keresahan di klinik.

Namun, kata dia, pihak BD malah mengambil mesin keluar dari klinik. Karyawan BD tidak ada lagi yang masuk bekerja dan tidak menanggapi pertanyaan GSC.

"Yang sebenarnya terjadi adalah keresahan yang ditimbulkan oleh karyawan BD yang bernama R yang tidak kooperatif karena tidak ingin memindahkan mesin dan barang yang sebelumnya sudah dimintakan berkali-kali," kata Krisna.
 

Baca Juga: 

Pencemaran Nama Baik Tak Berlaku untuk Pemerintah, Polri Lakukan Penyesuaian


Krisna juga menegaskan tidak ada perusakan yang dilakukan pihak kliennya. Seluruh barang diambil dalam keadaan baik dengan tanda terima. Selain itu, mesin diambil pihak BD dari lokasi klinik tanpa izin atau pemberitahuan terlebih dahulu.

Barang dari klinik diambil pihak BD pada November 2024, atau setelah enam bulan laporan polisi disampaikan ke Polres Metro Jakarta Utara. Barang diambil dalam keadaan baik dengan bukti foto, video dan tanda terima. Namun, dia mempertanyakan kliennya justru ditetapkan sebagai tersangka. Dia menilai penetapan tersangka ini cacat hukum.

Menurut Krisna, ganti rugi yang diminta BD berdasarkan somasi yang disampaikan ke GSC yang menuntut ganti rugi sebesar Rp811 juta. Sebab, GSC awam dengan hukum dan bingung menanggapinya, akhirnya pimpinan GSC dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Utara atas dugaan tindak pidana perusakan.

"Bagaiamana bisa dikatakan merusak mesin dan barang? Apa unsur-unsurnya, apa yang dirusak, siapa yang merusak, siapa saksi-saksinya, menggunakan alat apa merusaknya Polres Jakarta Utara harus membuktikan mens rea dari dugaan tindak pidana tersebut," ujar dia.

Krisna menilai jika tudingan BD, GSC tidak beriktikad baik dan meminta tanggung jawab atas kerugian materiil, seharusnya menjadi ranah perdata, bukan tindak pidana pidana.

Pihaknya juga melaporkan balik DJR ke Polda Metro Jaya. Laporan teregister dengan Nomor: LP/B/2079/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 24 Maret 2025, atas dugaan tindak pidana Perusakan, Pemerasan dan memasuki pekarangan/tempat tinggal tanpa izin sehubungan dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 335 KUP  dan atau Pasal 167 KUHP.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)