Pencemaran Nama Baik Tak Berlaku untuk Pemerintah, Polri Lakukan Penyesuaian

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko. Metrotvnews.com/Siti Yona

Pencemaran Nama Baik Tak Berlaku untuk Pemerintah, Polri Lakukan Penyesuaian

Siti Yona Hukmana • 2 May 2025 18:45

Jakarta: Polri merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penghapusan ketentuan pencemaran nama baik terhadap pemerintah, koorporasi, dan profesi. Polri memastikan akan menyesuaikan putusan itu dengan proses penegakan hukum.

"Kita ketahui kemarin terkait dengan beberapa adanya putusan MK, menetapkan dan memutuskan beberapa pasal di Undang-Undang ITE, pada Pasal 27 dan 28, tentunya Polri akan melakukan penyesuaian," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 2 Mei 2025.

Trunoyudo mengatakan penyesuaian penegakan hukum dengan putusan MK dilakukan dalam memberikan perlindungan dan pengayoman. Termasuk, agar penegakan hukum yang diharapkan masyarakat dapat berjalan secara berkeadilan dan transparan.

"Tentunya akan tunduk dan patuh pada peraturan maupun putusan yang telah ditetapkan," ungkap jenderal polisi bintang satu itu.
 

Baca Juga: 

Belum Ada Rencana Revisi, Komisi I Nilai Putusan MK Soal UU ITE Cukup Dilakukan Penyesuaian


Sebelumnya, MK mengabulkan dua gugatan terkait UU ITE lewat putusan 105/PUU-XXII/2024 dan 115/PUU-XXII/2024. Lewat dua putusan tersebut, MK menyatakan pasal tentang “menyerang kehormatan” di UU ITE hanya dapat digunakan oleh individu atau perseorangan untuk mempidanakan pihak-pihak yang dianggap menyerang kehormatannya.

Dengan demikian, lembaga pemerintahan, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan, tidak dapat menggunakan pasal tersebut. 

MK juga mempersempit penafsiran dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) terkait dengan kata “kerusuhan”. MK menegaskan diksi “kerusuhan” itu hanya bisa ditafsirkan jika terjadi di ruang fisik alias nyata, bukan di ruang digital macam media sosial.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan tindakan menyebarkan berita bohong menggunakan sarana teknologi informasi yang menyebabkan terjadinya kerusuhan di masyarakat.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)