Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya. Foto: ANTARA/Fahmi Alfian.
M Ilham Ramadhan Avisena • 23 November 2025 14:04
Jakarta: Konflik internal yang mengguncang Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dinilai bukan sekadar gejolak sesaat, melainkan akumulasi pertarungan politik yang sudah berlangsung lama. Pengamat politik dari Citra Institute Yusak Farchan menyebut dinamika yang kini muncul merupakan kelanjutan dari sengketa Muktamar 2021.
"Saya kira itu konflik lanjutan Muktamar 2021 lalu yang belum tuntas 100 persen," ujar Yusak saat dihubungi dan dikutip Media Indonesia, Minggu, 23 November 2025.
Menurutnya, isu-isu yang belakangan mencuat, mulai dari pengelolaan keuangan, tambang, hingga tudingan terkait zionisme hanya menjadi permukaan dari konflik yang lebih struktural. Yusak memandang tekanan terhadap Ketua Umum PBNU Gus Yahya Cholil Staquf menunjukkan arus politik yang bekerja di internal organisasi semakin menguat.
Ia menilai desakan Rapat Harian Syuriyah PBNU agar Gus Yahya mundur bukan keputusan ringan. "Tidak mungkin Rapat Harian Syuriyah PBNU meminta Gus Yahya mundur jika tidak mendapat dukungan besar baik dari dalam maupun dari luar," ujar Yusak.
Selain persoalan internal, kasus dugaan penyimpangan dana haji yang menyeret mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas turut memperberat posisi Gus Yahya. Yusak menilai PBNU akan menghadapi risiko besar jika dianggap terseret dalam kasus tersebut.
"Kalau PBNU di bawah Gus Yahya ikut terseret, marwah NU akan hancur," terang Yusak.
Di tingkat pengurus wilayah, dukungan terhadap Gus Yahya juga tampak rapuh. Tiga provinsi utama, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat menunjukkan ketidaksolidan. Jawa Timur telah lama bergolak sejak pemecatan Kiai Marzuki Mustamar.
Jawa Barat disebut cenderung condong kepada faksi Kiai Said, sementara Jawa Tengah pun tidak bulat mendukung. Kondisi ini, kata Yusak, menjadi indikator melemahnya posisi sang ketua umum. "Posisi Gus Yahya bisa dikatakan sedang terjepit," ujar Yusak.
Tangkapan layar hasil Rapat Harian Syuriyah PBNU. Foto: Istimewa.
Melihat kerumitan konflik yang terus berulang, Yusak menilai PBNU perlu melakukan pembenahan struktural agar tidak terus terjebak pada tarik-menarik politik. Ia mendorong penguatan ekonomi kelembagaan serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia sebagai langkah prioritas.
"Kalau kelembagaan kuat, NU bisa mandiri, tidak rawan intervensi politik dan bisa fokus pada tugasnya untuk mengurusi umat," terang Yusak.
Yusak menilai, penyelesaian konflik tidak cukup dilakukan di permukaan. Tanpa memperkuat fondasi organisasi, ia khawatir PBNU akan kembali terbelit pertarungan politik yang menggerus kepercayaan publik.
Sebelumnya, Yahya Cholil Staquf diminta mundur sebagai Ketum PBNU. Hal itu merupakan salah satu kesimpulan Rapat Harian Syuriyah PBNU.
Rapat tersebut diselenggarakan selenggarakan di Hotel Aston City, Jakarta, Kamis, 20 November 2025. Rapat tersebut diikuti 37 dari 53 orang.