Makan bergizi gratis. Dok MGN.
Jakarta: Anggota Komisi IX DPR Fraksi NasDem, Nurhadi, menilai penting untuk menerapkan mekanisme sanksi tegas terhadap penyedia dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Sentra Produksi Pangan Gizi (SPPG) yang terbukti melanggar standar keamanan pangan. Terlebih, jika pelanggaran dilakukan berulang.
"Maka tindakan keras menjadi mutlak untuk menjaga kepercayaan publik dan menjamin keselamatan anak-anak penerima manfaat program," ujar Nurhadi dalam RDP Komisi IX DPR dengan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 6 Mei 2025.
Nurhadi memberikan apresiasi atas langkah sigap BGN dalam menangani berbagai persoalan terkait program MBG. Khususnya, insiden keracunan makanan yang terjadi di beberapa wilayah.
Menurutnya, respons cepat dan koordinasi dari BGN menjadi bukti bahwa lembaga itu bukan hanya reaktif, tapi juga adaptif terhadap situasi darurat menyangkut keamanan pangan masyarakat.
"Saya menyampaikan apresiasi kepada Badan Gizi Nasional atas respons cepat dan langkah sigap dalam menangani insiden keracunan makanan. Ini membuktikan bahwa BGN mampu bertindak tepat dalam situasi genting,” ujar Nurhadi.
Nurhadi menyambut baik pembaruan sistem pembayaran kepada mitra penyedia melalui skema virtual account berbasis prinsip
at cost. Dia menyebut sistem itu sebagai pendekatan yang lebih transparan, akuntabel, dan efisien. Namun, tetap menekankan pentingnya penguatan agar tidak terjadi keterlambatan ataupun celah fraud di lapangan.
Nurhadi juga menyoroti kesiapan sumber daya manusia di
BGN dalam menjalankan proses validasi dan verifikasi pembayaran yang semakin kompleks, seiring bertambahnya jumlah dapur SPPG. Ia mempertanyakan rasio petugas verifikator terhadap jumlah dapur aktif, dan menilai pentingnya pengaturan beban kerja yang ideal untuk menjamin akurasi laporan.
Saat ini terdapat lebih dari 1.200 dapur SPPG aktif yang sebagian besar dijalankan oleh mitra UMKM. Dalam konteks itu, Nurhadi mengusulkan agar BGN mendorong perekrutan tenaga kerja lokal untuk mengelola kantin atau dapur sekolah.
Bagi Nurhadi, langkah itu tidak hanya menciptakan lapangan kerja baru, tetapi juga memperkuat keterlibatan masyarakat dan rasa kepemilikan terhadap program gizi anak.
Nurhadi pun mendorong BGN mengambil peran lebih besar dalam menciptakan ekosistem pangan sehat berbasis kearifan lokal. Ia menyarankan pengadaan bahan pangan seperti beras, sayuran, hingga bumbu dapur, diprioritaskan dari petani lokal, gapoktan, serta pasar rakyat yang berada di sekitar sekolah.
"Dengan pendekatan ini, BGN tidak hanya menyalurkan program pangan, tetapi juga menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi komunitas secara berkelanjutan," ucap Nurhadi.