IDI Jabar Dukung Moratorium Studi Anestesi Unpad

Polisi menangkap Dokter PPDS tersangka pemerkosaan terhadap keluarga pasien. (Metrotvnews.com/P Aditya)

IDI Jabar Dukung Moratorium Studi Anestesi Unpad

Media Indonesia • 15 April 2025 16:00

Bandung: Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat Jabar, mendukung pemberhentian sementara program studi anastesi Universitas Padjadjaran (Unpad) setelah adanya kasus pencabulan dari dokter residen yang dilakukan Priguna Anugerah (PA) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

"IDI Jabar mendukung penghentian sementara program studi anastesi FK Unpad, karena kasus ini ini sangat merugikan korban dan merugikan pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit, sekaligus merugikan proses pendidikan dokter spesialis khususnya PPDS Anastesi.  Mudah-mudahan ke depan kasus macam ini tidak lagi terjadi di lingkungan dokter," jelas Ketua IDI Jabar, Moh Luthfi, Selasa, 15 April 2025.

Menurut Luthfi, dokter residen atau program pendidikan dokter spesialis, tentu tidak bisa menggunakan obat-obatan secara bebas. Di rumah sakit ada prosedur untuk penggunaan obat, khususnya di rumah sakit pendidikan harus diajukan dahulu kepada supervisor atau dokter pendidiknya. Kemudian setelah dilakukan persetujuan baru dapat disampaikan ke instalasi farmasi dan setelah disetujui instalasi farmasi baru dapat diberikan kepada pasien.

"Untuk obat-obatan khusus di rumah sakit juga ada komite khusus dalam pengawasan terhadap obat-obatan yang sifatnya khusus, seperti obat-obat tidur atau untuk pembiusan atau anastesi," tutur Luthfi.
 

Baca: Polda Jabar Bantah Pencabutan Laporan Kasus Pemerkosaan Dokter Residen PPDS Unpad

Luthfi pun menekankan, jika SOP yang ada di rumah sakit tentu sudah sesuai dengan standar yang dibutuhkan sebuah pelayanan. Sebab, SOP diterbitkan sesuai standar akreditasi yang ada di RS. Tentunya, pada kasus ini bukan karena SOP yang salah tapi ada pelanggaran pada SOP yang ada di RS dan ini merupakan kasus ini pertama di Jabar.

"Pengawasan termasuk pendidikan dokter spesialis dilakukan secara berjenjang sesuai tingkatan pendidikannya dan selalu dalam supervisi baik oleh seniornya maupun pendidiknya dan dilakukan evaluasi hasil pendidikan dari peserta program pendidikan dokter spesialis oleh pendidik yang ada di lingkungan pendidikan," beber Luthfi.

Sehari sebelumnya Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan yang mengunjungi dan meninjau lokasi kejadian pemerkosaan yang dilakukan PA, mengungkapkan bahwa gedung yang menjadi TKP belum beroperasi dan masih dalam proses perbaikan.

Veronica membayangkan iming-iming seperti apa dari oknum dokter tersebut sampai korban mau mengikutinya. "Saya lagi membayangkan kondisi korbannya itu kan pasti ayahnya lagi sakit, mungkin saja diiming-iming tidak usah bayar, saya lagi membayang ya," ujar Veronica.

Menurut Veronica pelaku harus dihukum maksimal untuk memberikan efek jera. Selain itu, korban harus menjalani hidup dengan trauma karena perbuatan pelaku, sehingga perlu adanya pertolongan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Whisnu M)