Stabilitas Sistem Keuangan RI Masih Terjaga Meski Ada Ketidakpastian Tarif Trump

Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK. Foto: MI/Insi.

Stabilitas Sistem Keuangan RI Masih Terjaga Meski Ada Ketidakpastian Tarif Trump

Insi Nantika Jelita • 29 July 2025 10:46

Jakarta: Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menegaskan stabilitas sistem keuangan nasional pada triwulan II-2025 tetap terjaga di tengah ketidakpastian global masih tinggi, terutama dipengaruhi oleh dinamika negosiasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS), dan eskalasi ketegangan geopolitik.

KSSK yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), terus memperkuat sinergi dan koordinasi antar-lembaga dalam menjalankan kebijakan fiskal, moneter, makroprudensial, serta penjaminan simpanan.

"Kami akan terus memperkuat koordinasi dan sinergi agar kebijakan antar-lembaga tersebut dapat memastikan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers berkala KSSK, Jakarta, dikutip Selasa, 29 Juli 2025.

Menkeu memperkirakan keberhasilan dari negosiasi penurunan tarif resiprokal AS untuk Indonesia menjadi 19 persen dapat mendorong kinerja sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur. Di sisi lain, impor dengan tarif nol persen atas produk AS diproyeksikan mendorong harga produk migas dan pangan Indonesia menjadi lebih rendah.

Selain menjaga stabilitas, KSSK juga menaruh perhatian pada upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Ketidakpastian global sepanjang April hingga Juni 2025 berdampak pada perekonomian dunia. Pada April lalu, AS mulai menerapkan tarif resiprokal yang direspons dengan retaliasi dari Tiongkok. Situasi ini, kata Menkeu, memicu ketegangan perdagangan dan menekan laju pertumbuhan ekonomi global.
 

Baca juga: Hindari Perang Dagang, Trump Akhirnya Sepakat Sunat Tarif Uni Eropa Jadi 15%


(Ilustrasi. Foto: dok Kemenkeu)
 

Ekonomi Indonesia diyakini masih 'strong'


Di sisi lain, eskalasi konflik geopolitik di Timur Tengah turut memperburuk kondisi global. Dampaknya dirasakan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang yang mengalami perlambatan pertumbuhan.

Di Asia, ekonomi Tiongkok tumbuh 5,2 persen secara tahunan (year-on-year) pada triwulan II, melambat dibandingkan triwulan I yang tumbuh 5,4 persen. Penurunan ekspor Tiongkok ke AS menjadi faktor utama. Sementara itu, India diperkirakan masih tumbuh cukup solid berkat kuatnya investasi domestik.

"Namun, sejumlah negara berkembang lainnya mengalami perlambatan akibat penurunan ekspor dan melemahnya perdagangan global," kata Menkeu.

Kondisi ini turut mendorong lembaga internasional merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Bank Dunia menurunkan proyeksinya dari 3,2 persen, sedangkan OECD merevisi pertumbuhan global 2025 dari 3,1 persen menjadi 2,9 persen. Hal ini dianggap menjadi sinyal penting bahwa tekanan eksternal masih tinggi dan perlu terus diwaspadai.

Meski demikian, KSSK tetap optimistis terhadap perekonomian Indonesia. Konsumsi domestik dan daya beli masyarakat tetap positif, serta aktivitas dunia usaha menunjukkan ketahanan yang baik.

Peran APBN sebagai instrumen counter-cyclical atau penyangga juga dinilai efektif dalam menjaga momentum pertumbuhan sekaligus memperkuat distribusi dan efektivitas pasar. "KSSK optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan kedua akan tetap terjaga," tegas Bendahara Negara itu.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)