OJK Pastikan Stabilitas Jasa Keuangan Terjaga Meski Ada Ancaman Perang Dagang

Konferensi pers RDKB OJK Februari 2025. Foto: dok OJK.

OJK Pastikan Stabilitas Jasa Keuangan Terjaga Meski Ada Ancaman Perang Dagang

Husen Miftahudin • 5 March 2025 16:28

Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) memastikan stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) tetap terjaga, di tengah tantangan perekonomian global dan domestik, termasuk ancaman perang dagang.

"Pertumbuhan ekonomi global relatif stagnan dengan inflasi di beberapa negara maju mulai menunjukkan tren penurunan. Volatilitas pasar tetap tinggi seiring ketidakpastian kebijakan ekonomi dan geopolitik yang terus berkembang," ungkap Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam konferensi pers RDKB, dikutip Rabu, 5 Maret 2025.

Di Amerika Serikat (AS), lanjut Mahendra, pertumbuhan ekonomi tetap solid dengan aktivitas ekonomi didukung oleh konsumsi domestik. Inflasi berada di level 3,0 persen (yoy) pada Januari 2025 dan core CPI naik ke 3,3 persen (yoy) menunjukkan tekanan harga di luar sektor energi dan pangan masih cukup tinggi.

Pasar tenaga kerja tetap kuat dengan tingkat pengangguran turun ke empat persen, meski angka peningkatan Nonfarm Payroll jauh lebih rendah dari ekspektasi pasar. Kebijakan moneter cenderung netral, dengan The Fed diperkirakan hanya akan memangkas Fed Fund Rate (FFR) satu hingga dua kali di 2025.
 

Baca juga: PM Kanada Sebut Tarif Trump sebagai Kebijakan yang ‘Sangat Bodoh'
 

Tarif Trump tingkatkan ketidakpastian


Dari sisi geopolitik, sambung dia, upaya penyelesaian konflik Ukraina dan Rusia belum menemukan titik terang pascapertemuan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih baru-baru ini yang tidak mencapai kesepakatan.

"Selain itu, rencana penerapan tarif baru AS terhadap negara mitra dagang juga meningkatkan ketidakpastian," jelas Mahendra.

Di Tiongkok, pertumbuhan ekonomi cenderung tertahan dengan CPI tercatat masih rendah sebesar 0,5 persen (yoy), dan indeks harga produsen (PPI) terus mengalami kontraksi. Adapun PMI masih di zona ekspansi namun turun menjadi sebesar 50,1, di bawah ekspektasi pasar.

Sementara itu, Bank Sentral mempertahankan suku bunga acuan, menunjukkan pendekatan hati-hati dalam pelonggaran moneter. Tiongkok juga memperketat regulasi ekspor rare earth yang dapat berdampak pada industri teknologi global.


(Ilustrasi. Foto: dok Kementerian Keuangan)
 

Inflasi dalam negeri terkendali


Dari sisi domestik, inflasi cukup terkendali dengan inflasi Januari tercatat 0,76 persen (yoy), dan inflasi inti sebesar 2,26 persen (yoy) yang menunjukkan permintaan domestik masih cukup baik.

Namun demikian, perlu dicermati indikator permintaan domestik lainnya, di antaranya berlanjutnya penurunan penjualan kendaraan baik motor dan mobil, penurunan penjualan semen, serta perlambatan pertumbuhan harga dan penurunan volume penjualan rumah.

"Di sisi supply, PMI Manufaktur pada Januari 2025 naik ke level 51,9 dari sebelumnya 51,2. Kinerja eksternal tetap solid di tengah perlambatan ekonomi global, terlihat pada surplus neraca perdagangan yang terus berlangsung, pada Januari 2025 meningkat ke USD3,45 miliar, tumbuh 71,71 persen dibandingkan Desember 2024 yang sebesar USD2,24 miliar," urai Mahendra.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)