Ratusan hingga ribuan warga Filipina berunjuk rasa mengecam proyek penanggulangan banjir fiktif. (Yonhap)
Willy Haryono • 21 September 2025 12:36
Manila: Ribuan warga Filipina memadati jalanan Manila pada Minggu, 21 September 2025, untuk menyuarakan kemarahan atas skandal proyek pengendalian banjir fiktif yang diduga merugikan negara hingga miliaran dolar Amerika Serikat.
Kemarahan atas proyek infrastruktur “hantu” ini memuncak sejak Presiden Ferdinand Marcos Jr. menyorotinya dalam pidato kenegaraan Juli lalu, yang disampaikan setelah berminggu-minggu banjir mematikan melanda berbagai wilayah.
Senin lalu, Marcos mengatakan ia “sama sekali tidak menyalahkan” warga yang berunjuk rasa, namun menyerukan agar demonstrasi tetap damai. Militer Filipina disiagakan dalam status “red alert” sebagai langkah antisipasi.
“Ada kalanya saya sendiri harus berjalan menembus banjir,” kata Aly Villahermosa, mahasiswa keperawatan berusia 23 tahun dari Metro Manila, kepada media AFP di tengah kerumunan sekitar 13.000 orang di Taman Luneta, Manila.
“Kalau ada anggaran untuk proyek hantu, kenapa tidak ada anggaran untuk sektor kesehatan?” lanjutnya, menyebut pencurian dana publik sebagai “hal yang sangat memalukan.”
Ketua aliansi kiri Bagong Alyansang Makabayan, Teddy Casino (56), mengatakan kelompoknya menuntut bukan hanya pengembalian dana yang dicuri, tetapi juga hukuman penjara bagi pihak-pihak yang terlibat.
“Korupsi mendorong rakyat turun ke jalan untuk mengekspresikan kemarahan, demi menekan pemerintah agar benar-benar bekerja,” ujarnya.
Massa yang lebih besar diperkirakan akan bergabung kemudian hari untuk melakukan long march di sepanjang Jalan EDSA, lokasi ikonik demonstrasi People Power 1986 yang menggulingkan ayah Marcos dari kekuasaan.
Skandal proyek pengendalian banjir ini telah memicu perubahan kepemimpinan di kedua majelis Kongres. Ketua DPR Martin Romualdez, sepupu Marcos, mengundurkan diri awal pekan ini saat investigasi dimulai.
Awal bulan ini, pemilik sebuah perusahaan konstruksi menuduh hampir 30 anggota DPR dan pejabat Departemen Pekerjaan Umum dan Jalan Raya (DPWH) menerima pembayaran tunai.
Departemen Keuangan Filipina memperkirakan ekonomi negara itu kehilangan hingga 118,5 miliar peso (sekitar USD2 miliar) dari 2023 hingga 2025 akibat korupsi proyek pengendalian banjir. Namun Greenpeace menyebut kerugian sebenarnya bisa mencapai USD18 miliar.
Filipina memiliki sejarah panjang skandal dana publik, di mana politisi berpangkat tinggi yang terbukti korup sering kali lolos dari hukuman berat.
Dalam kunjungan ke Provinsi Bulacan, daerah rawan banjir di utara Manila yang teridentifikasi memiliki banyak proyek fiktif, wartawan AFP melihat warga harus berjalan di air keruh dengan sepatu bot karet.
“Politisi dan kontraktor sama-sama bersalah,” kata Elizabeth Abanilla (81), seorang pensiunan.
“Mereka seharusnya tidak menyerahkan dana sebelum pekerjaan selesai. Keduanya bersalah.”
Baca juga: Proyek Bodong Pengendali Banjir di Filipina Picu Aksi Protes Warga