Ketua Kelompok Fraksi Partai Nasdem di Komisi VI DPR, Rachmat Gobel. Dok. Istimewa
Achmad Zulfikar Fazli • 20 May 2025 07:32
Jakarta: Ketua Kelompok Fraksi Partai Nasdem di Komisi VI DPR, Rachmat Gobel, mengingatkan ada tiga hal yang harus masuk ke dalam UU Perlindungan Konsumen. Ketiga hal yang harus masuk dan menjadi inti UU Perlindungan Konsumen tersebut adalah melindungi keamanan, keselamatan, dan kesehatan konsumen.
“Tiga hal itu harus masuk jika ingin konsumen Indonesia terlindungi dari produk yang dibelinya,” kata Gobel saat membuka Fokus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terpumpun) yang diadakan Fraksi Partai Nasdem bertema RUU Perlindungan Konsumen: Memperkuat Lembaga, Menegakkan Perlindungan Warga Negara, Jakarta, Senin, 19 Mei 2025.
Sebagai contoh, kata dia, jika aspek kesehatan konsumen tak terlindungi, konsumen bisa terganggu kesehatannya, bahkan bisa berujung pada kematian. Artinya, investasi sumber daya manusia menjadi terganggu dan biaya kesehatan pun akan naik.
“Selain ada kerugian kualitatif, juga ada kerugian kuantitatif. Berapa biaya negara dan biaya masyarakat yang tersedot,” kata Gobel.
Gobel mengatakan produk yang dibeli konsumen, selain pangan, harus bernilai aset bagi konsumen. “Jadi, suatu saat, setelah produk tersebut dipakai, masih bisa dijual lagi. Jadi tetap memiliki nilai ekonomi. Ini artinya produk tersebut harus berkualitas,” kata dia.
Hal ini dia sampaikan karena ada kecenderung pemerintah membiarkan beragam produk impor bisa masuk ke Indonesia tanpa memperhatikan kualitasnya. “Mulai dari yang KW, hingga barang bekas. Ini sungguh memprihatinkan,” kata dia.
Gobel juga mengingatkan RUU Perlindungan Konsumen harus memasukkan aspek moral dan budaya. Menurut dia, kekuatan terpenting dari Indonesia adalah karena pasarnya yang besar, yaitu nomor tiga di dunia.
“Mengapa Trump melakukan kebijakan perdagangan seperti sekarang ini karena dia menyadari bahwa pasar dia besar dan kuat. China juga bisa kuat karena pasarnya besar. Jadi, RUU Perlindungan Konsumen harus memperkuat pasar domestik Indonesia. Jangan semua dibuka, bebas impor. Pasar itu kekuatan kita. Harus kita lindungi. Pasar kita jangan jadi objek konsumsi produk impor. Nah konsumen itu harus menjadi bagian dari memperkuat pasar kita,” kata dia.
Sebagai contoh, Gobel menyebutkan kebijakan Indonesia yang membiarkan impor tekstil bermotif batik, tenun, dan beragam motif tekstil tradisional Indonesia. Harganya jauh lebih murah dari produk hasil pengrajin tradisional Indonesia. Jika ini dibiarkan, lama-lama pengrajin meninggalkan profesinya karena tak menghasilkan uang lagi. Dalam satu-dua generasi, pengrajin kain tradisional akan punah.
"Lalu di mana tradisi batik berada? Adanya di China. Padahal seni batik dan kain tradisional Nusantara merupakan warisan budaya nenek moyang dan memiliki fisolosi yang dalam. Jadi, melindungi pasar dalam negeri adalah bagian dari memperkuat NKRI. Di sini pentingnya memahami filosofi dalam pembuatan RUU Perlindungan Konsumen tersebut,” kata dia.
Gobel mengingatkan dalam kebijakan perdagangan jangan hanya aspek murah yang menjadi pertimbangan. “Di sana ada aspek moral, harkat, dan martabat bangsa. Ada kepentingan yang jauh lebih besar,” katanya.