Para aktivis di dalam kapal bantuan kemanusiaan 'Sumud' ke Gaza. Foto: Anadolu
Muhammad Reyhansyah • 4 September 2025 11:03
Gaza: Para peserta Global Sumud Flotilla, inisiatif maritim internasional untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan sekaligus menentang blokade Israel di Gaza, mulai berkumpul di Tunisia. Kapal-kapal yang berangkat dari Spanyol dan Italia dijadwalkan bergabung dengan armada lain di perairan Tunisia sebelum berlayar menuju Gaza.
Aycin Kantoglu, anggota delegasi Turki, menyebut misi ini sebagai kelanjutan dari upaya sebelumnya seperti kapal Mavi Marmara, Madleen, dan Hanzala. “Kali ini hampir 1.000 aktivis dari 44 negara kembali mencoba mematahkan blokade. Sebagai delegasi Turki, kami bangga menjadi bagian dari inisiatif penuh berkah ini,” ujar Kantoglu, seperti dikutip dari laporan Anadolu, Kamis, 4 September 2025.
Ia menekankan dimensi historis upaya ini. “Saya yakin ini akan tercatat dalam sejarah sebagai kali pertama hampir 1.000 aktivis dari puluhan negara bersatu membentuk flotilla di laut. Dari sisi aktivisme sipil, sebuah kehormatan bisa ambil bagian. Kami di sini untuk memulihkan martabat manusia,” kata Kantoglu.
Hilangnya rasa takut
Meski langkah pengamanan telah disiapkan, Kantoglu tidak merinci detail delegasi Turki, pelabuhan keberangkatan, atau waktu pasti pelayaran. Ia menambahkan, “Kesabaran kami sudah habis, mulai sekarang tidak ada lagi rasa takut. Kami tidak takut
Israel. Kami tidak takut tentara pendudukan atau rencana mereka.” Ia juga meyakini blokade akan berakhir tahun ini.
Presenter televisi Turki, Ikbal Gurpinar, yang juga menunggu keberangkatan flotilla, menyebut keikutsertaannya sebagai panggilan hati nurani.
“Kami tak sanggup lagi hanya menyaksikan anak-anak meninggal dan orang tua berduka selama dua tahun. Itu sebabnya kami bergabung dalam inisiatif terhormat ini,” ujar Gurpinar.
Menegaskan sifat damai misi tersebut, Gurpinar berkata: “Kami berangkat tanpa senjata, amunisi, atau benda tajam. Tujuan kami menunjukkan bahwa persoalan ini bisa diselesaikan secara damai, agar dunia melihat. Mudah-mudahan kami berhasil.”
Peran Tunisia
Aktivis HAM Tunisia, Dr. Mohammed Amin Bennur, menekankan cakupan internasional misi ini. “Ini bukan upaya individu, melainkan inisiatif internasional yang membutuhkan koordinasi antara berbagai negara dan lembaga,” jelasnya.
Menurut Bennur, persiapan berlangsung lebih dari tiga bulan dengan proses kompleks, mulai dari kesiapan kapal, koordinasi tim, hingga rute laut. Tunisia disebut sebagai titik akhir keberangkatan armada sebelum menuju Gaza.
“Ini kehormatan historis bagi Tunisia dan rakyatnya. Ratusan peserta berasal dari Eropa, Asia, Brasil, Teluk, dan Afrika Utara. Tujuannya mengirim bantuan kemanusiaan bagi hampir dua juta orang yang hidup di bawah blokade di Gaza,” ujar Bennur.
Bennur menegaskan bahwa seluruh peserta tidak membawa senjata. “Tujuan kami semata mendukung rakyat Gaza. Ini bukan hanya kewajiban kemanusiaan, tetapi juga tanggung jawab moral dan etis,” kata Bennur.
Indonesia juga mengirimkan kapal berisi bantuan kemanusiaan untuk ikut serta. Indonesia sumbang lima kapal dalam misi kemanusiaan ini. Kelima kapal tersebut diberi nama para pejuang dan tokoh Indonesia, Kapal Malahayati, kapal Hasanudin, kapal Diponegoro, kapal Soekarno dan kapal Pati Unus.
Kapal ini sumbangan masyarakat Indonesia lewat berbagai NGO dan lembaga kemanusiaan untuk
Gaza.
Nama “Sumud”, kata Bennur, berasal dari bahasa Arab yang berarti keteguhan atau tekad tak tergoyahkan. Konsep ini lahir pasca Perang Enam Hari 1967 untuk menggambarkan perlawanan rakyat
Palestina melalui ketekunan, menjaga tanah dan identitas, serta aksi sipil tanpa kekerasan. Dalam seni Palestina,
Sumud kerap digambarkan dengan pohon zaitun dan sosok perempuan desa.