Ilustrasi. Foto: Dok MI
M Ilham Ramadhan Avisena • 9 May 2025 14:50
Jakarta: Cadangan devisa Indonesia diperkirakan bakal berada di kisaran USD150 hingga USD155 miliar di akhir kartal II-2025 dan diperkirakan kembali meningkat pada semester II tahun ini. Namun hal itu amat ditentukan oleh kondisi perekonomian global dan tekanan dari dolar Amerika Serikat.
"Rupiah mungkin tetap berada di bawah tekanan ringan dalam jangka pendek, tetapi cadangan yang cukup dan intervensi yang hati-hati diharapkan dapat membatasi volatilitas, menjaga stabilitas sistem keuangan," ujar Kepala Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Research Fithra Faisal Hastiadi melalui keterangannya, Jumat, 9 Mei 2025.
Diketahui cadangan devisa pada April 2025 tercatat senilai USD152,5 miliar, turun dari posisi Maret 2025 yang sebesar USD157,1 miliar. Penurunan itu sekaligus menjadi yang paling dalam sejak medio 2022.
Penurunan cadangan devisa salah satunya diperkirakan terjadi karena Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar valas sekitar USD2 miliar selama April untuk menahan tekanan berlebihan terhadap rupiah.
Pengurangan cadangan juga sebagian didorong oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah yang dijadwalkan, pola musiman pada bulan April. Kendati demikian, cadangan devisa Indonesia masih memadai menurut standar global, yang mencakup 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor ditambah kewajiban utang luar negeri pemerintah, jauh melebihi patokan kecukupan IMF selama tiga bulan.
(Ilustrasi. MI/Ramdani)
BI proaktif jaga stabilitas rupiah
Faisal mengatakan, operasi valas mencerminkan sikap proaktif BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar sebagai elemen kunci dalam menahan ekspektasi inflasi, terutama karena risiko inflasi impor muncul kembali.
Dengan inflasi umum yang meningkat menjadi 1,95 persen YoY pada bulan April (dari 1,03 persen pada bulan Maret), sebagian besar disebabkan oleh permintaan musiman selama Lebaran dan kenaikan harga impor, BI diperkirakan akan terus mempertahankan nilai tukar rupiah tanpa mengubah suku bunga acuannya.
"Pendekatan yang hati-hati ini memungkinkan pelonggaran makroprudensial untuk terus mendukung kredit dan pertumbuhan, meskipun pelaku pasar saham dan mata uang melakukan aksi ambil untung setelah pengumuman cadangan devisa yang jauh lebih rendah," jelas Faisal.
Ke depan, dia memperkirakan BI akan mempertahankan strategi intervensinya dalam waktu dekat lantaran risiko eksternal masih ada. Itu termasuk ketidakpastian atas laju normalisasi kebijakan The Federal Reserve (The Fed), proses negosiasi perdagangan AS-Tiongkok, dan volatilitas di pasar modal global.
"BI kemungkinan akan membangun kembali cadangan devisa akhir tahun ini, didukung oleh ekspor komoditas yang kuat, terutama minyak kelapa sawit dan batu bara, pemulihan pariwisata yang sedang berlangsung, dan arus masuk modal yang terkait dengan restrukturisasi perusahaan milik negara dan penerbitan obligasi negara," tutur Faisal.
Faktor penyebab cadangan devisa merosot
Sebelumnya, melalui siaran pers, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Denny Ramdan Prakoso menuturkan, penurunan cadangan devisa Indonesia dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang makin tinggi.
Bank Indonesia, lanjutnya, menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Ke depan, BI menilai posisi cadangan devisa memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal sejalan dengan tetap terjaganya prospek ekspor, neraca transaksi modal dan finansial yang diprakirakan tetap mencatatkan surplus, serta persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.
"Bank Indonesia terus meningkatkan sinergi dengan Pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal guna menjaga stabilitas perekonomian untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," pungkas Denny.