Ilustrasi industri - - Foto: dok Kemenperin
Naufal Zuhdi • 7 August 2024 10:45
Jakarta: Ekonom Senior Indef Didik J Rachbini mengatakan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) tidak memiliki kebijakan industri yang seharusnya dilaksanakan seperti pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, terutama pemerintahan di masa kabinet teknokratis seperti masa Soeharto.
Hal tersebut, ia ungkapkan dalam merespons soal perseteruan antara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Bea Cukai yang tak kunjung usai terkait dengan permasalahan isi 26 ribu kontainer yang sempat tertahan beberapa waktu lalu.
"Kebijakan industrinya itu adalah industri yang orientasi keluar berdaya saing tinggi. Itu kebijakan industri dan perdagangan pada waktu itu, nah karena itu di-support oleh fasilitas-fasilitas yang untuk mengekspor, Bea Cukainya bagus untuk ekspor, jadi yang impornya itu bebas. Karena ketika sudah bersaing maka kalau barang kita bersaing ya tidak takut ada impornya masuk," kata Didik saat dihubungi, dikutip Rabu, 7 Agustus 2024.
Lebih lanjut, Didik mengungkapkan sebenarnya kebijakan industri pada zaman Soeharto itu harus dipelajari oleh pemerintahan sekarang dan juga berikutnya. Pasalnya, saat zaman tersebut itu pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 7,0 persen sampai 7,5 persen.
"Apa kebijakan industrinya? Yaitu kebijakan industri dan perdagangan nyatu dan investasi yang berorientasi keluar. Yaitu penetrasi mengekspor ke pasar-pasar internasional sebanyak mungkin. Dan itu ada sektor tekstil, ada kehutanan, ada sepeda, motor. Motor itu ekspornya bagus, ada Kijang waktu itu, ada macam-macam. Emas, perhiasan, termasuk kertas ya, produk kehutanan, kayu lapis, dan lain-lain. Itu semua didorong untuk menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi tujuh persen," terang Didik.
Baca juga: Alarm Kelesuan Ekonomi Indonesia |