Legislator Sebut Pelanggaran Prajurit di Wilayah Operasi Harus Diadili di Peradilan Militer

Ilustrasi penganiayaan. Medcom.id

Legislator Sebut Pelanggaran Prajurit di Wilayah Operasi Harus Diadili di Peradilan Militer

Fachri Audhia Hafiez • 27 March 2024 11:35

Jakarta: Pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit TNI di wilayah operasi disebut harus diadili di peradilan militer. Hal ini merespons desakan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) agar revisi Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer diwujudkan ihwal kasus kekerasan oleh oknum anggota TNI di Papua.

"Sekarang kalau tindakan yang dilakukan oleh prajurit di tempat operasi militer, (di Papua) ini operasi militer, harus diadili di pengadilan militer, jangan dibawa ke umum. Karena mereka itu kan melaksanakan tugas atas perintah dengan surat perintah," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) TB Hasanuddin saat dihubungi Medcom.id, Rabu, 27 Maret 2024.

Dia menuturkan peradilan militer khusus untuk mengadili prajurit dalam konteks tugas-tugas militer. Sedangkan, peradilan umum untuk tindakan yang sifatnya umum atau nonmiliter.

"Saya ambil contoh seorang prajurit ya mencuri barang di pasar misalnya, ini jangan diadili di peradilan militer harus diadili di peradilan umum. Kalau sekarang (kasus di Papua) diadili di peradilan militer. Ini saya sepakat perlu diluruskan," ujar Hasanuddin.
 

Baca juga: Kronologi Tindak Kekerasan yang Dilakukan Prajurit TNI Terhadap Definus Kogoya KKB

Ia mengatakan bahwa jangan mencampuradukkan proses peradilan terhadap tindakan pelanggaran yang diduga dilakukan prajurit. Negara-negara lain, kata Hasanuddin, juga menerapkan instrumen senada dalam penanganan hukum untuk prajurit.

"Ya memang negara-negara manapun juga baik militernya melakukan itu, semua warga negara yang melakukan tindakan pelanggaran hukum umum di pengadilan umum. Kemudian untuk militernya kalau dia melakukan tindakan pelanggaran tugas-tugas militer, kemudian di peradilan militer," jelas dia.

Hasanuddin menambahkan pentingnya prajurit menjaga profesionalisme dalam bertugas dan menjujung hak asasi manusia (HAM). Termasuk dalam penggunaan senjata yang harus sesuai prosedur.

"Misalnya melakukan pengepungan rumah langsung ditembak ini tanpa peringatan dan sebagainya, itu melanggar HAM. Itu juga melanggar aturan militer," ucap Hasanuddin.

Sebelumnya, KontraS mendesak agar dilakukan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Revisi itu dinilai penting untuk menyikapi penanganan kasus penyiksaan dilakukan oleh sejumlah oknum prajurit TNI terhadap anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.

"Betul kami memang sejak lama mendesak agar UU Peradilan Militer ini direvisi segera," kata peneliti dari KontraS, Rozy Brilian, saat dihubungi Medcom.id, Selasa, 26 Maret 2024.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Lukman Diah Sari)